BAB 5 & 6 PENGELOLAAN ALAM (IPTEK DAN SENI)
PENGERTIAN SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI
1. PENGERTIAN SAINS
Sains
berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam semesta secara sistematis, dan
bukan hanya kumpulan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sains (dari istilah Inggris
Science) berasal dari kata dasar yang diambil dari kata scientia yang berarti
knowledge (ilmu). Tetapi, tidak semua ilmu itu boleh dianggap sains. Yang
dimaksud ilmu sains adalah: ilmu yang dapat diuji dari hasil pengamatan yang
sesungguhnya yang kebenarannya dikembangkan secara bersistem dengan kaidah-kaidah
tertentu berdasarkan kebenaran atau kenyataan, sehingga pengetahuan yang
dipedomani tersebut boleh dipercayai melalui eksperimen secara teori.
Menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia, sains adalah: “Ilmu yang teratur (sistematik) yang dapat diuji atau
dibuktikan kebenarannya, berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata”.
Pendidikan sains menekankan pada
pengalaman secara langsung. Sains yang diartikan sebagai salah satu cabang ilmu
yang mengkaji tentang sekumpulan pernyataan atau fakta-fakta dengan cara yang
sistematik dan serasi dengan hukum-hukum umum yang melandasi peradaban dunia
modern. Sains merupakan satu proses untuk mencari dan menemukan sesuatu
kebenaran melalui pengetahuan (ilmu) dengan memahami hakikat makhluk, untuk
menerangkan hukum-hukum alam.
Proses mencari kebenaran dengan
mencari jawaban dari persoalan-persoalan secara sistematik dinamakan pendekatan
saintifik. Pendekatan saintifik merupakan landasan perkembangan teknologi yang
menjadi salah satu unsur terpenting peradaban manusia. Sains sangat penting
untuk perkembangan dan kemajuan kemanusiaan dan teknologi.
2.PENGERTIAN TEKNOLOGI
Istilah “teknologi” berasal dari
“techne” atau cara dan “logos” atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi
dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri adalah
cara/keterampilan melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan
bantuan akal dan alat, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau
membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra dan otak manusia. Dengan berkembangnya
keterampilan seseorang yang menjadi semakin tetap karena menunjukan suatu pola,
langkah dan metode yang pasti, keterampilan itu lalu menjadi teknik.
Pengertian teknologi secara umum
adalah:
1) Proses yang
meningkatkan nilai tambah;
2) Produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja;
3) Struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
2) Produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja;
3) Struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Pada permulaan abad XX, istilah
teknologi telah dipakai secara umum dan merangkum suatu rangkaian sarana,
proses dan ide di samping alat-alat dan mesin-mesin. Perluasan arti berjalan
terus sehingga sampai pertengahan abad ini muncul perumusan teknologi sebagai
sarana dan aktivitas yang dengannya manusia berusaha mengubah atau menangani
lingkungannya.
Teknologi dianggap sebagai
penerapan ilmu pengetahuan, dalam pengertian bahwa penerapan itu menuju pada
perbuatan atau perwujudan sesuatu. Demikianlah teknologi adalah segenap
keterampilan manusia menggunakan sumber-sumber daya alam untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapinya dalam kehidupan. Secara lebih umum dapatlah bahwa teknologi
merupakan suatu sistem penggunanaan berbagai sarana yang tersedia untuk
mencapai tujuan-tujuan praktis yang ditentukan.
3. PENGERTIAN SENI
Janet Woll mengatakan bahwa seni
adalah produk social. Sedangkan menurut Kamus B.Indonesia, seni adalah keahlian
yang membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya,
dll), seperti tari, lukis, ukir, dll. Maka konsep pendidikan yang memerlukan
ilmu dan seni adalah proses atau upaya sadar antara manusia dengan sesama
secara beradab, di mana pihak kesatu secara terarah membimbing perkembangan
kemampuan dan kepribadian pihak kedua secara manusiawi yaitu orang perorang.
Oleh karena itu, budi bahasapun adalah suatu seni.
A. HAKIKAT DAN MAKNA SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI
BAGI MANUSIA
Selama perjalanan sejarah, umat
manusia telah berhasil menciptakan berbagai macam kebudayaan. Berbagai macam
atau ragam kebudayaan tersebut meliputi tujuh unsur kebudayaan saja. Ketujuh
unsur kebudayaan tersebut merupakan unsur-unsur pokok yang selalu ada pada
setiap kebudayaan masyarakat yang ada dibelahan dunia. Menurut Kluchkhon
ketujuh unsur pokok kebudayaan tersebut meliputi:
1) peralatan hidup
(teknologi),
2) sistem mata pencaharian hidup (ekonomi),
3) sistem kemasyarakat (organisasi sosial),
4) Sistem bahasa,
5) kesenian (seni),
6) sistem pengetahuan (ilmu pengatehuan/sains),
7) serta sistem kepercayaan (religi).
2) sistem mata pencaharian hidup (ekonomi),
3) sistem kemasyarakat (organisasi sosial),
4) Sistem bahasa,
5) kesenian (seni),
6) sistem pengetahuan (ilmu pengatehuan/sains),
7) serta sistem kepercayaan (religi).
Ketujuh unsur budaya tersebut
merupakan unsur-unsur budaya pokok yang pasti ada apabila kita meneliti atau
mempelajari setiap kehidupan masyarakat. Karena ada pada setiap kehidupan
masyarakat manusia di dunia ini, maka ketujuh unsur pokok dari kebudayaan yang
ada di dunia itu sering kali dikatakan sebagai unsur-unsur budaya yang bersifat
universal, atau unsur-unsur kebudayaan universal.
Ilmu pengetahuan (sains),
peralatan hidup (teknologi), serta kesenian (seni) atau sering disingkat
IPTEKS, termasuk bagian dari unsur-unsur pokok dari kebudayaan universal
tersebut. Maka dapat dipastikan IPTEKS akan kita jumpai pada setiap kehidupan
masyarakat manusia dimanapun berada, baik yang telah maju, sedang berkembang,
sampai masyarakat yang masih sangat rendah tingkat peradabannya. Bahkan pada
kehidupan masyarakat purba atau pada zaman prasejarah sekalipun, ketujuh
unsur-unsur budaya universal tersebut telah ada, termasuk IPTEKS, meskipun
tentunya pada tingkatan yang sangat sederhana atau primitif sekali.
Salah satu bukti bahwa pada
zaman purba telah muncul ketujuh unsur-unsur budaya universal adalah pada zaman
itu manusia telah mengenal adanya peralatan hidup atau teknologi berupa
alat-alat sederhana yang terbuat dari batu maupun tulang yang digunakan untuk
mencari makanan (berburu, meramu makanan, atau bercocok tanam secara sederhana
atau berladang). Kemudian, pada saat itu manusia purba juga telah mengenal
adanya sistem kepercayaan yang sekaligus menunjukkan adanya nilai seni serta
sistem mata pencaharian hidup manusia purba, yakni sebagaimana terpotret pada
gambar-gambar mistis berupa lukisan telapak tangan serta lukisan babi rusa yang
terkena panah pada bagian perutnya, yang ditemukan di gua-gua tempat tinggal
mereka. Pada zaman purba, ternyata juga telah dikenal adanya sistem pengetahuan
dalam pelayaran yang menggunakan sandaran pengetahuan pada perbintangan.
Demikianlah pada masa-masa
sesudahnya, pelan tapi pasti IPTEKS terus berkembang semakin maju sejalan
dengan kemajuan penalaran yang telah dicapai oleh umat manusia. Bahkan, kini
IPTEKS yang pada awal perkembangannya berasal dari embrio filsafat, sekarang
pertumbuhannya telah bercabang-cabang menjadi puluhan, bahkan ratusan disiplin
ilmu ataupun teknologi yang masing-masing memiliki karakteristik serta dasar
keilmiahannya sendiri-sendiri.
Salah satu fungsi utama ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah untuk sarana bagi kehidupan manusia, yakni
untuk membantu manusia agar aktivitas kehidupannya menjadi lebih muda, lancar,
efisien, dan efektif, sehingga kehidupannya menjadi lebih bermakna dan
produktif. Oleh karena itu, khususnya dalam ilmu antropologi, istilah atau
pengertian ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut sering dipakai untuk merujuk
pada keterkaitan antara manusia, lingkungan, dan kebudayaan. Hal ini
dikarenakan dalam berinteraksi menghadapi lingkungannya, manusia mau tidak mau
pasti akan berusaha menggunakan sarana-sarana berupa pengetahuan yang dimiliki
serta menciptakan peralatan hidup untuk membantu kehidupannya. Dengan demikian,
IPTEKS bagi manusia selalu berkaitan dengan usaha manusia untuk menciptakan
taraf kehidupannya yang lebih baik.
Dalam definisi lain (terutama
berdasarkan kajian filsafat ilmu), istilah IPTEK (ilmu, pengetahuan, teknologi)
juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-sendiri, karena
masing-masing ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot keilmiahan yang
berbeda-beda. Menurut pengertian ini, pengetahuan merupakan pengalaman yang
bermakna dalam diri tiap orang yang tumbuh sejak ia dilahirkan. Oleh karena
itu, manusia yang normal, sekolah atau tidak sekolah, sudah pasti dianggap
memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat dikembangkan manusia karena dua hal, 1)
manusia mempunyai bahasa yang dapat mengomunikasikan informasi dan jalan
pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut; 2) manusia mempunyai
kemampuan berpikir menurut suatu alur pikir tertentu yang merupakan kemampuan
menalar. Penalaran merupakan suatu proses berpikir menurut suatu proses
berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Pengetahuan yang sifatnya acak
perlu ditingkatkan lagi derajat atau bobot keilmiahannya sehingga berubah
menjadi ilmu. Dengan demikian pengetahuan yang bersifat acak serta terbuka itu
dengan melalui proses yang cukup panjang, dapat diorganisasikan dan disusun
menjadi bidang-bidang ilmu filsafat, humaniora, serta ilmu.
Ilmu dapat diartikan sebagai
pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan
pemikiran, di mana pengetahuan tersebut selalu dapat dikontrol oleh setiap
orang yang ingin mengetahuinya. Berpijak dari pengertian ini, maka ilmu
memiliki kandungan unsur-unsur pokok sebagai berikut:
1) Berisi
pengetahuan (knowledge);
2) Tersusun secara sistematis;
3) Menggunakan penalaran;
4) Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.
2) Tersusun secara sistematis;
3) Menggunakan penalaran;
4) Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.
Dalam kajian filsafat, suatu pengetahuan dapat
dikatakan (dikategorikan) sebagai suatu ilmu apabila memenuhi tiga kriteria
sebagai berikut:
1) Adanya aspek
ontologis, artinya bidang studi yang bersangkutan telah memiliki objek
studi/kajian yang jelas, artinya dapat diidentifikasikan, dapat diberi batasan,
serta dapat diuraikan sifat-sifatnya yang esensial. Objek studi suatu ilmu itu
sendiri terdapat dua macam, yaitu objek material serta objek formal.
2) Adanya aspek epistemologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan telah memiliki metode kerja yang jelas. Dalam hal ini terdapat tiga metode kerja suatu bidang studi, yaitu dedukasi, induksi, serta eduksi;
3) Adanya aspek aksiologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan memiliki nilai guna atau kemanfaatanya. Misalnya, bidang studi tersebut dapat menunjukkan adanya nilai teoretis, hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep, serta kesimpulan yang logis, sistematis, dan koheren. Selain itu, bahwa dalam teori serta konsep tersebut tidak menunjukkan adanya kerancuan, kesemrawutan pikiran, atau penentangan kontradiktif di antara satu sama lain.
2) Adanya aspek epistemologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan telah memiliki metode kerja yang jelas. Dalam hal ini terdapat tiga metode kerja suatu bidang studi, yaitu dedukasi, induksi, serta eduksi;
3) Adanya aspek aksiologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan memiliki nilai guna atau kemanfaatanya. Misalnya, bidang studi tersebut dapat menunjukkan adanya nilai teoretis, hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep, serta kesimpulan yang logis, sistematis, dan koheren. Selain itu, bahwa dalam teori serta konsep tersebut tidak menunjukkan adanya kerancuan, kesemrawutan pikiran, atau penentangan kontradiktif di antara satu sama lain.
Sains atau ilmu pengetahuan (di
dalamnya menyangkut pula bahwa teknologi), tidak bisa bebas dari nilai-nilai.
Jadi, sesuai dengan sifat sains itu sendiri yang kebenarannya bersifat tidak
mutlak.
Sedangkan berbicara masalah teknologi, dimana
istilah teknologi sendiri sebenarnya sudah mengandung pengertian sains dan
teknik atau engineering, sebab produk-produk
teknologi tidaklah mungkin ada tanpa didasari adanya sains. Sementara itu,
dalam sudut pandang budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai
hasil penerapan praktis dari sains. Walaupun pada dasarnya teknologi juga
memilliki karakteristik objektif dan netral, namun dalam kenyataannya teknologi
tidak bisa netral seluruhnya karena memerlukan juga sentuhan-sentuhan estetika
yang bersifat objektif.
Pada titik inilah kita berbicara tentang seni. Seni
berasal dari bahasa Latin, yaitu art yang
berarti kemahiran. Secara etimologis, seni (art) diformulasikan sebagai suatu
kemahiran dalam membuat barang atau mengerjakan sesuatu. Pengertian seni
merupakan kebalikan dari alam, yaitu sebagai hasil campur tangan (sentuhan)
manusia. Seni merupakan pengolahan budi manusia secara tekun untuk mengubah
suatu benda bagi kepentingan rohani dan jasmani manusia. Seni merupakan ekpresi
jiwa seseorang yang hasil ekspresi tersebut berkembang menjadi bagian dari
budaya manusia. Seni dan keindahan yang tercipta merupakan dua sisi yang tidak
bisa dipisahkan. Dengan seni, cipta dan karya manusia, termasuk teknologi, di
dalamnya mendapat sentuhan keindahan atau estetika.
Sains dan teknologi saling membutuhkan, karena sains
tanpa teknologi bagaikan pohon tak berakar (science without technology has
no fruit, technology without science has no root). Sains hanya mampu
mengajarkan fakta dan nonfakta pada manusia, ia tidak mampu mengajarkan apa
yang harus atau tidak boleh dilakukan oleh manusia. Jadi, fungsi sains di sini
hanyalah mengoordinasikan semua pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam
suatu sistem yang logis, sedangkan fungsi seni sebagai pemberi persepsi
mengenai suatu keberaturan dalam hidup dengan menempatkan suatu keberaturan
padanya. Tujuan sains dan teknologi adalah untuk memudahkan manusia dalam
menjalani kehidupannya. Sedangkan seni memberi sentuhan estetik sebagai hasil
budaya yang indah dari manusia.
C. DAMPAK IMPTEKS BAGI KEHIDUPAN MANUSIA
Semestinya, semakin tinggi
penguasaan terhadap IPTEKS, harusnya manusia semakin kritis dalam berpikir,
semakin disiplin dalam bekerja, dan semakin efisien dalam bertindak. Akan
tetapi, pada kenyataannya kebanyakan manusia justru semakin merasa dibuai
dengan semua fasilitas dan produk yang dihasilkan oleh IPTEKS sekarang ini.
Dampak langsung dari kemajuan
IPTEKS adalah kemudahan-kemudahan dalam beraktifitas. Memang IPTEKS diciptakan
dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan memperingan beban
pekerjaan manusia yang tadinya sangat melelahkan menjadi ringan. Namun, dampak
negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, dapat
mengakibatkan masyarakat semakin terbuai, karena mereka hampir tak sadar bahwa
ternyata dirinya telah berada dalam situasi pola hidup konsumtif, hedonistik,
dan materialistik.
Perkembangan IPTEKS yang
demikian pesat mampu menciptakan perubahan-perubahan yang berpengaruh
sedemikian pesat akan mampu menciptakan perubahan-perubahan yang berpengaruh
langsung pada kehidupan masyarakat, khususnya dalam elemen-elemen sebagai
berikut:
1)
Perubahan di bidang intelektual: masyarakat meninggalkan kebiasaan lama atau
kepercayaan tradisional, mereka mulai mengambil kebiasaan serta kepercayaan
baru, setidaknya mereka telah melakukan reaktualisasi;
2) Perubahan dalam organisasi sosial yang mengarah pada kehidupan politik;
3) Perubahan dan benturan-benturan terhadap tata nilai dan tata lingkungannya;
4) Perubahan di bidang industri dan kemampuan di medan perang.
2) Perubahan dalam organisasi sosial yang mengarah pada kehidupan politik;
3) Perubahan dan benturan-benturan terhadap tata nilai dan tata lingkungannya;
4) Perubahan di bidang industri dan kemampuan di medan perang.
Adanya sisi positif dan negatif
dari IPTEKS maka sering dikatakan bahwa kemajuan IPTEKS bermata dua atau
bersifat dilematis. Di satu sisi, IPTEKS secara positif telah mendatangkan
rahmat, dalam arti dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena
itu, ada pihak yang menyatakan bahwa IPTEKS menjadi ”tulang punggung
kesejahteraan”. Namun di sisi lain, seperti dapat kita amati dalam kehidupan,
penerapan, dan pemanfaatan IPTEKS itu juga telah membawa dampak negatif atau
membawa laknat dalam bentuk munculnya masalah lingkungan, seperti pencemaran,
kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kenaikan suhu udara global. Oleh karena
itu, kita sebagai umat manusia tentunya harus penuh kewaspadaan dan
kehati-hatian dalam menerapkan dan memanfaatkan IPTEKS, yakni yang sesuai
dengan asas-asas keserasian, keseimbangan, maupun kelestarian. Dengan demikian,
kehidupan di bumi ini akan tetap berjalan secara seimbang dan lestari.
D. PROBLEMATIKA IPTEK DI INDONESIA
Bangsa Indonesia dari dulu sudah
menyadari akan pentingnya peranan IPTEKS dalam pembangunan. Faktor yang paling
menentukan dalam hal penguasaan IPTEKS adalah manusia, yaitu para pelaku yang
menggeluti bidang penelitian dan Pengembangan serta rancang bangun dan
perekayasaan.
Kemajuan teknologi adalah
sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan
teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi
diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan
banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia.
Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang
dibawa oleh inovasi-inovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini.
Namun demikian, walaupun pada awalnya diciptakan untuk menghasilkan manfaat
positif, di sisi lain juga memungkinkan digunakan untuk hal negatif.
Arus informasi yang berkembang
cepat menumbuhkan cakrawala pandangan manusia makin terbuka luas. Teknologi
yang sebenarnya merupakan alat bantu/ekstensi kemampuan diri manusia, dewasa
ini telah menjadi sebuah kekuatan otonom yang justru “membelenggu” perilaku dan
gaya hidup kita sendiri. Akibatnya rasa tanggung jawab sudah pudar terhadap
budaya. Masyarakat tidak lagi peduli dengan budayanya. Dengan daya pengaruhnya
yang sangat besar, karena ditopang pula oleh sistem-sistem sosial yang kuat,
dan dalam kecepatan yang makin tinggi, teknologi telah menjadi pengarah hidup
manusia.
Perubahan cepat dalam teknologi
informasi telah merubah budaya sebagian besar masyarakat dunia, terutama yang
tinggal di perkotaan, perubahan budaya lokal dan sosial akibat revolusi
informasi merupakan kelompok masyarakat yang langsung terkena pengaruh budaya
global.
Media elektronik, khususnya TV
yang selalu menayangkan kebudayaan luar, hal ini dengan mudah mengubah pola
pikir masyarakat khususnya para generasi muda. Mereka cenderung melupakan
kebudayaan sendiri dan beralih ke budaya luar.
Kemerosotan moral di kalangan
warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan
ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan
material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam
materi tetapi miskin dalam rohani”.
Kenakalan dan tindak menyimpang
di kalangan remaja semakin meningkat semakin lemahnya kewibawaan
tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan
tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan
penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama,
kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin
meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret, pelanggaran
lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Masalah yang dihadapi bangsa
Indonesia terkait dengan pemanfaatan IPTEKS ini dapat diidentifikasi sebagai
berikut (RPJMN 2004-2009):
1)
Rendahnya kemampuan IPTEKS nasional dalam menghadapi perkembangan global. Hal
ini ditunjukkan dengan Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam lapaoran UNDP
tahun 2001 menunjukkan tingkat pencapaian teknologi Indonesia masih berada pada
urutan ke-60 dari 72 negara;
2) Rendahnya kontribusi IPTEKS nasional di sektor produksi. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh kurangnya efisiensi dan rendahnya produktivitas, serta minimnya kandungan teknologi dalam kegiatan ekspor;
3) Belum optimalnya mekanisme intermediasi IPTEKS yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia IPTEKS dengan kebutuhan pengguna. Masalah ini dapat dilihat dari belum tertatanya infrastruktur IPTEKS, antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan IPTEKS menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi;
4) Lemahnya sinergi kebijakan IPTEKS, sehingga kegiatan IPTEKS belum sanggup memberikan hasil yang signifikan;
5) Masih terbatasnya sumber daya IPTEKS, yang tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang IPTEKS. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2001 adalah 4,7% peneliti per 10.000 penduduk, jauh lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7%;
6) Belum berkembangnya budaya IPTEKS di kalangan masyarakat. Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan nilai-nilai IPTEKS yang mempunyai penalaran objektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka menciptakan daripada sekedar memakai, lebih suka membuat dari sekadar membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada;
7) Belum optimalnya peran IPTEKS dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup. Kemajuan IPTEKS berakibat pula pada munculnya permasalahan lingkungan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh belum berkembangnya sistem manajemen dan teknologi pelestarian fungsi lingkungan hidup;
8) Masih lemahnya peran IPTEKS dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam. Wilayah Indonesia dalam konteks ilmu kebumian global merupakan wilayah yang rawan bencana. Banyaknya korban akibat bencana alam merupakan indikator bahwa pembangunan Indonesia belum berwawasan bencana. Kemampuan IPTEKS nasional belum optimal dalam memberiakan antisipasi dan solusi strategis terhadap berbagai permasalahan bencana alam, seperti pemanasan global, anomali iklim, kebakaran hutan, banjir, longsor, gempa bumi, dan tsunami.
2) Rendahnya kontribusi IPTEKS nasional di sektor produksi. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh kurangnya efisiensi dan rendahnya produktivitas, serta minimnya kandungan teknologi dalam kegiatan ekspor;
3) Belum optimalnya mekanisme intermediasi IPTEKS yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia IPTEKS dengan kebutuhan pengguna. Masalah ini dapat dilihat dari belum tertatanya infrastruktur IPTEKS, antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan IPTEKS menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi;
4) Lemahnya sinergi kebijakan IPTEKS, sehingga kegiatan IPTEKS belum sanggup memberikan hasil yang signifikan;
5) Masih terbatasnya sumber daya IPTEKS, yang tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang IPTEKS. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2001 adalah 4,7% peneliti per 10.000 penduduk, jauh lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7%;
6) Belum berkembangnya budaya IPTEKS di kalangan masyarakat. Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan nilai-nilai IPTEKS yang mempunyai penalaran objektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka menciptakan daripada sekedar memakai, lebih suka membuat dari sekadar membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada;
7) Belum optimalnya peran IPTEKS dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup. Kemajuan IPTEKS berakibat pula pada munculnya permasalahan lingkungan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh belum berkembangnya sistem manajemen dan teknologi pelestarian fungsi lingkungan hidup;
8) Masih lemahnya peran IPTEKS dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam. Wilayah Indonesia dalam konteks ilmu kebumian global merupakan wilayah yang rawan bencana. Banyaknya korban akibat bencana alam merupakan indikator bahwa pembangunan Indonesia belum berwawasan bencana. Kemampuan IPTEKS nasional belum optimal dalam memberiakan antisipasi dan solusi strategis terhadap berbagai permasalahan bencana alam, seperti pemanasan global, anomali iklim, kebakaran hutan, banjir, longsor, gempa bumi, dan tsunami.
No comments:
Post a Comment