BAB 13 PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A.Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan
bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 28 Tahun
2009.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan
subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

B.Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan
a.UU No. 12 Tahun 1985 diperbaharui melalui Undang-Undang No. 12 tahun 1994
tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Terakhir diperbaharui melalui Undang-Undang
No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
b.KMK No.201/KMK.04/2000 tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek
Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
c.KMK No. 523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai
Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
d.KMK No. 1004/KMK.04/1985 tentang Penentuan Badan atau Perwakilan
Organisasi Internasional yang Menggunakan Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
e.Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 tentang Tata Cara Penetapan
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan
Pajak Bumi dan Bangunan.
f.Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003 Tentang
Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) PBB
dan Perubahan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004.

g.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 tentang Penegasan dan
Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial Untuk
Kawasan Industri dan Real Estate.

C.Istilah Penting Dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan
a.Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya;
b.Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan/atau perairan;
c.Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai
Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang
sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti;
d.Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak
untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang ini;
e.Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada
wajib pajak.

D.Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Bumi dan atau bangunan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (pasal 77 ayat 1).
Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan
menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan
penghitungan pajak terhutang. Dalam menentukan klasifikasi bumi atau tanah
diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Letak.
2. Peruntukan.
3. Pemanfaatan.

4. Kondisi Lingkungan, dan lain-lain.
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut
:
1. Bahan yang digunakan.
2. Rekayasa.
3. Letak.
4. Kondisi Lingkungan, dan lain-lain.

E.Pengertian Bumi dan Bangunan
· Bumi adalah permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya. Contohnya : sawah, ladang, kebun, tanah, perkarangan, dan tambang.
· Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara
tetap pada tanah atau perairan di wilayah Republik Indonesia. Contohnya : rumah
tempat tinggal, bangunan, gedung, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas
pantai, pusat perbelanjaan, pagar mewah, tempat olah raga, galangan kapal,
dermaga, dan taman mewah.

F. Kriteria Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan
1.Digunakan untuk melayani kepentingan umum yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
2.Digunakan untuk pemakaman, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan
itu.
3.Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani
suatu hak.
4.Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas perlakuan
timbal balik.

5.Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh menteri keuangan.
G.Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Menurut pasal 78 ayat 1 dan 2, subjek PBB adalah orang pribadi atau badan yang
secara nyata :
· Mempunyai suatu hak atas bumi.
· Memperoleh manfaat atas bumi.
· Memiliki bangunan.
· Menguasai bangunan.
· Memanfaatkan atas bangunan.
Sedangkan wajib pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban untuk
membayar pajak. Jika dari suatu obyek pajak baik berupa tanah atau bangunan,
belum diketahui dengan pasti siapa yang harus membayar pajaknya, umpama
karena yang mempunyai hak atau pemiliknya tidak diketahui tetapi ada orang lain
yang memperoleh manfaat dari obyek itu. Maka direktur jenderal pajak oleh
undang-undang diberi wewenang untuk menunjuk dan menetapkan subyak pajak,
seperti dimaksudkan dalam (pasal 4 ayat 1) UU PBB sebagai wajib pajak. Namun
apabila subyak pajak yang oleh direktur pajak ditetapkan sebagai wajib pajak, dan
ia merasa bahwa hal ini tidak tepat, dapat mengajukan keberatan dengan memberi
keterangan secara tertulis, bahwa ia bukan wajib pajak dari obyek yang
bersangkutan, maka ia akan membatalkan penetapan orang itu sebagai wajib pajak
dalam jangka waktu satu bulan, terhitung sejak diterimanya surat keterangan yang
dimaksudkan (pasal 4 ayat
5). Tetapi apabila keterangan tersebut tidak disetujui oleh direktur jenderal pajak
maka ia akan mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-
alasannya (pasal 4 ayat 6). Apabila direktur jenderal pajak, dalam jangka waktu
satu bulan tidak memberi keputusan maka surat keterangan yang diajukan itu
dianggap disetujui (pasal 4 ayat 7).
Jika subjek pajak dalam waktu yang lama berada diluar wilayah letak objek pajak
sedangkan peralatannya dikusakan kepada orang atau badan, orang atau badan yng

diberi kuasa dapat ditunjuk sebagi wajib pajak oleh direktur jenderal pajak. Namun
penunjukan tersebut bukan merupakan bukti kepemilikan. Subjek pajak yag
ditetapkan seperti pada contoh diatas dapat memberikan keterangan secara tertulis
kepada direktur jenderal pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak
yang dimaksud. Apabila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak disetujui,
maka direktur jenderal pajak membatalkan sebagai wajib pajak dalam jangka
waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan tersebut.
H.Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan per
wilayah berdasarkan keputusan menteri keuangan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek
Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan :
·Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
·Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan
fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
· Nilai jual bangunan per meter persegi adalah nilai bangunan per meter persegi
yang diperoleh melalui nilai perolehan baru.
·Nilai jual objek pajak pengganti.

I. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan atau bangunan yang tidak kena pajak.
Besarnya NJOPTKP berdasarkan KMK RI Nomor 201/KMK.04/2000 Pasal 2
adalah setinggi-tingginya Rp 12.000.000, sedangkan berdasarkan UU No. 28
Tahun 2009 Pasal 77 ayat (4) besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah
Rp 10.000.000 dan penetapannya dilakukan oleh masing-masing Kepala Daerah
dengan ketentuan sebagai berikut :
· Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali
dalam satu tahun pajak.

· Apabila wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapat
pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak
bisa digabungkan objek pajak lainnya.

J. Dasar Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar perhitungan pajak adalah nilai jual kena pajak (NJOKP) yang merupakan
hasil dari pengurangan NJOP dengan NJOPTKP. Berdasarkan UU No. 28 tahun
2009 dalam perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan tidak lagi mengenal besarnya
NJKP.

K.Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
a. Tarif PBB adalah paling tinggi sebesar 0,3% (pasal 80).
b. Tarif PBB untuk wilayah Jakarta :
§ NJOPKP kurang dari Rp 200.000.000 = 0,01%
§ NJOPKP Rp 200.000.000 – Rp 2.000.000.000 = 0,1%
§ NJOPKP Rp 2.000.000.000 – Rp 10.000.000.000 = 0,2%
§ NJOPKP diatas Rp 10.000.000.000 = 0,3%
§ NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 dengan luas dibawah 100m2 yang
dimaksud adalah rumah/rusun/rusunami yang berada diluar real estate tidak
dikenakan PBB (sesuai dengan PERGUB No. 259 tahun 2015 tentang pembebasan
PBB perdesaan dan perkotaan atas rumah)
c. Tarif PBB untuk wilayah Kota Depok :
§ NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 = 0,125%
§ NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,25%
d. Tarif PBB untuk wilayah Kota Bekasi :
§ NJOPKP sampai dengan Rp 500.000.000 = 0,1%

§ NJOPKP diatas Rp 500.000.000 = 0,15%
§ NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,25%
e. Tarif PBB untuk wilayah Kota Bogor :
§ NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 = 0,1%
§ NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,2%
f. Tarif PBB untuk wilayah Kabupaten Bogor :
§ NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 = 0,11%
§ NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,22%
2.12 Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Saat ini hasil penerimaan PBB 100% diterima dan diatur oleh pemerintah daerah
sehingga tidak ada lagi pembagian bagian dengan pemerintah pusat, provinsi, dan
pihak lainnya seperti sebelumnya.

Contoh Kasus :
Yang Lex ialah pengusaha tekstil dan memiliki tanah serta sebuah bangunan
berupa rumah di daerah Lenteng Agung, Jakarta Selatan dengan data sebagai
berikut :
· Tanah seluas 1200 m2 dengan NJOP Rp 5.500.000.000
· Bangunan seluas 600 m2 dengan NJOP Rp 3.000.000.000
· Taman seluas 300 m2 dengan NJOP Rp 2.800.000
· Kolam renang seluas 200 m2 dengan NJOP Rp 2.000.000

L.Cara Mendaftarkan Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya
ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Kantor Pelayanan PBB (KP PBB),
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau Kantor

Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya
meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP Pratama, KP PBB, KP2KP atau
KP4 setempat. Pendaftaran objek PBB juga melampirkan bukti pendukung, seperti:
1. Sket/denah objek pajak.
2. Foto copy KTP dan NPWP.
3. Foto copy sertifikat tanah.
4. Foto copy akte jual beli.
5. Bukti pendukung lainnya.

M.Tempat Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT),
Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor
Pelayanan PBB atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya
tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk. Pembayaran Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) saat ini dapat dilakukan melalui :
1. Bank atau Kantor Pos dan Giro Tempat pembayaran yang tercantum dalam
SPPT.
2. Petugas Pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi.
3.Fasilitas elektronik yang disediakan oleh Bank, seperti : Mesin ATM, SMS
Banking, Phone Banking, Internet Banking.
Resi atau struk ATM, Print out internet banking ataupun bukti pembayaran
(melalui teller) diperlakukan sebagai pengganti Surat Tanda Terima Setoran
(STTS). Apabila tanda terima pembayaran tersebut rusak atau hilang, Wajib Pajak
dapat meminta surat keterangan lunas ke KPPBB/KPP Pratama.
Share:

No comments:

Post a Comment

Keep Traveling

Total Pageviews

Popular

Blog Archive

Recent Posts