BAB 11 Neraca Pembayaran, Kurs Valuta Asing, dan Kegiatan Perekonomian Terbuka


A.    Pengertian Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran, atau balance of payment merupakan ringkasan yang disusun secara sistematis untuk seluruh transaksi ekonomi dari suatu negara dengan negara lainnya selama periode tertentu, biasanya dalam kurun waktu satu tahun. Neraca pembayaran disusun berdasarkan sistem pencatatan ganda, atau double entry-bookkeeping. Setiap transaksi yang dicatat sebagai kredit diimbangi dengan transaksi yang dicatat sebagai debit atau sebaliknya.
Transaksi yang menghasilkan devisa atau mata uang asing dicatat sebagai kredit dan diberi tanda positif. Sebaliknya transaksi yang mengeluarkan mata uang asing dicatat sebagai debit dan diberi tanda negatif. Dengan memakai sistem pencatatan ganda, maka jumlah antara kredit dan debit akan sama dengan nol. Walaupun pada kenyataannya neraca pembayaran mungkin tidak sama dengan nol.
Neraca perdagangan dan neraca pembayaran sering menjadi faktor yang dapat mendorong naik atau turunnya kurs mata uang suatu negara. Kenaikan atau surplus dari neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan diinterpretasikan sebagai indikasi awal kemungkinan terjadinya apresiasi suatu mata uang. Sebaliknya penurunan atau defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan diterjemahkan sebagai indikasi awalnya terjadi depresiasi mata uang suatu negara. Dengan adanya neraca pembayaran ini dapat diketahui kapan suatu negara mengalami surplus maupun defisit.
Laporan neraca pembayaran terdiri dari beberapa komponen utama. Adapun komponen neraca pembayaran yang banyak menjadi perhatian para pelaku perdagangan mata uang asing adalah rekening berjalan, rekening modal dan rekening cadangan resmi.

B.     Bentuk Dasar Neraca Pembayaran
Neraca (Balance Sheet) adalah suatu daftar yang menggambarkan ringkasan kekayaan (Harta), Kewaiban (Hutang), dan Modal suatu perusahaan pada saat tertentu.
Bentuk dasar neraca berasal dari PERSAMAAN DASAR AKUNTANSI yaitu :
HARTA    =          HUTANG + MODAL
                  Jadi, dalam menyususn neraca, isinya harus memenuhi 3 klasifikasi utama yaitu Harta, Hutang dan Modal. untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang posisi keuangan perusahaan, sebaiknya neraca harus disusun secara sistematis. Umumnya, pada perusahaan jasa susunan neraca diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Harta (Aktiva), adalah kekayaan perusahaan yang mempunyai bentuk (berwujud) maupun tidak berwujud (berupa hak) yang dinilai dengan uang. Unsur – unsurnya sebagai berikut :
a.       Harta Lancar (Current Assets)
Penggolongan Harta/Aktiva disesuaikan dengan jangka waktu yang diperlukan oleh Harta yang bersangkutan untuk beralih kembali dalam bentuk uang. Bagi yang berjangka waktu satu tahun atau kurang, harta itu dikelompokkan sebagai “Harta Lancar” (Current Assets).
b.      Penanaman Modal Jangka panjang (Long-Term Investment)
Yaitu penanaman modal dalam surat berharga yang jangka waktunya panjang (melebihi satu tahun). Seringkali disebut sebagai “penyertaan” dalam perusahaan lain maupun anak atau cabang perusahaan.
c.       Harta Tetap (Fixed Assets/ Plant and Equipment)
Yaitu harta berwujud yang digunakan perusahaan dalam kegiatannya, yang bersifat permanen dan tidak untuk diperdagangkan. Harta tersebut kecuali Tanah (Land). Dari waktu ke waktu nilainya semakin berkurang sesuai umur ekonomi dan teknisnya. Karena nilainya berkurang, maka dalam neraca pada akhir periode akuntansi harta tersebut harus dikurangi penyusutan atau depresiasi (Depreciation). Contoh harta tetap : Peralatan (Equipment), Gedung (Building) dan Tanah (Land).
d.      Harta Tidak Berwujud (Intangible Assets)
Yaitu suatu harta yang mengungkapkan hak hokum dalam jangka waktu panjang, sifatnya tidak berwujud. Contohnya : Hak Paten (Patent), Hak Cipta (Copy Right), Merk Dagang (Trade Mark), dan Good will. Sama halnya seperti aktiva/ harta tetap nilainya dari waktu ke waktu akan berkurang. Pengurangan nilai manfaat dari harta tidak berwujud disebut Amortisasi (Amortization).
e.       Beban/biaya yang ditangguhkan (Deffered Charge)
2.      Kewajiban/ Hutang (Liabilities), adalah merupakan kewajiban perusahaan kepada pihak lain yang harus diselesaikan pada saatnya. Penyelesaian atau pembayaran hutang dilakukan dengan menggunakan kekayaan perusahaan yang ada, dapat dilakukan dengan memberikan uang tunai, barang maupun jasa.
a.       Hutang Lancar (Current Liabilities), adalah hutang – hutang jangka pendek, yaitu kurang dari satu tahun, yang harus dibayar menggunakan harta lancar.
b.      Hasil yang diterima dimuka (Defered Income), adalah penerimaan yang telah dipeperoleh perusahaan dengan diikuti adanya kewajiban untuk menyerahkan barang atau jasa pada periode mendatang. Hasil yang diterima dimuka dicatat di sebelah kredit neraca, dan baru benar-benar dinyatakan sebagai pendapatan perusahaan setelah kewajibannya diselesaikan.
c.       Hutang Jangka Panjang(Long-Term Liabilities), adalah kewajiban perusahaan yang harus dilunasi dalam jangka waktu lebih dari satu tahun.
d.      Hutang Jangka Panjang Lainnya, adalah berupa kewajiban perusaah yang terjadi karena adanya pinjaman seperti : Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja Permanen dan sebagainya.
3.      Modal  (Capital), adalah selisih antara Harta dan Hutang, yang merupakan kewajiban perusahaan kepada para pemilik, pada perusahaan perseorangan, modal dinyatakan dalam perkiraan modal pemiliknya itu sendiri. Dalam perusahaan yang berbentuk CV atau Firma (Partnership) modal dinyatakan pada perkiraan modal masing – masing anggota. Sedangkan dalam perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas, Modal terdiri dari :
a.       Modal yang disetor (Paid –in - Capital), yaitu jumlah uang yang disetorkan oleh pemegang saham, baik Pemegang Saham Biasa (Common Stock) maupun Saham Istimewa/Preferen (Preferred Stock). Yang dicantumkan dalam neraca adalah sejumlah modal yang disetor.
b.      Cadangan (Reserve), yaitu penyisihan dari keuntungan bersih perusahaan setelah “Pajak Penghasilan”. Pembentukan Cadangan diperlukan untuk berbagai tujuan perusahaan, misalnya saja untuk : Cadangan Pembayaran Hutang, cadangan ekspansi, cadangan pensiun karyawan cadangan social dan lain – lain.
c.       Laba Tidak Dibagi atau Saldo Laba yang ditahan (Retained Earnings), yaitu merupakan kumpulan laba tahun – tahun sebelumnya, yaitu laba bersih setelah dipotong pajak penghasilan dikurangi pembayaran dividen, cadangan dan lain – lain.
C.    Defisit dan Surplus Dalam Neraca Pembayaran
Neraca Pembayaran defisit, terjadi apabila jumlah pembayaran lebih besar daripada jumlah penerimaan (transaksi kredit < transaksi debet). Suatu Negara jika mengalami kelebihan impor dan kelebihan tersebut ditutup dengan menambah pinjaman akomodatif dan mengurangi cadangan (stok) nasional maka Negara tersebut sedang mengalami defisit total. Pembayaran defisit dapat juga dilakukan dengan meminjam dari bank sentral luar negeri,
Neraca pembayaran surplus, adalah apabila jumlah penerimaan lebih besar daripada jumlah pembayaran/ utang (transaksi kredit> transaksi debet). Jika BOP surplus, bank sentral dapat membayar utang luar negerinya atau memperoleh aset cadangan tambahan dari luar negeri.  Neraca Pembayaran seimbang, adalah apabila jumlah pembayaran atau utang sama dengan jumlah penerimaan (transaksi kredit = transaksi debet).

D.    Sistem Kurs Tetap dan Berubah Bebas
1.      Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate System)
Pada sistem ini, kurs ditetapkan oleh pemerintah. Misalnya, pemerintah menetapkan bahwa US $ 1 = Rp 8.000,- dan 1 yen = Rp 5.000,-. Akan tetapi, pada kenyataannya walaupun kurs sudah ditetapkan pemerintah, kurs masih mengalami perubahan. Perubahan kurs tersebut terjadi karena adanya perubahan kekuatan permintaan dan penawaran. Kadang terjadi kelebihan permintaan dan kadang terjadi kelebihan penawaran. Agar kurs berada di tingkat yang sudah ditetapkan, pemerintah harus meredam efek dari kelebihan permintaan atau penawaran tersebut.
Jika terjadi kelebihan permintaan, pemerintah akan menjual persediaan mata uang untuk memenuhi kelebihan permintaan tersebut. Dan, bila terjadi kelebihan penawaran, pemerintah akan membeli kelebihan penawaran tersebut. Perhatikan grafik berikut:
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9fLnByb6yOa9myoxQ2ZiQ6Y4M-eompTCTZA79rbWQJJUExDCqrVzWr1QWhKrzjxwBwlInNb4mh6nvrS0utwfYh6jtrmC894SLiHWg0EnYBnGwmcklt2r0_t7_rLOcSWurWi40KXjvlvrd/s320/gmbar+s.jpg

Pada awalnya, pemerintah menetapkan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika adalah US $ 1 = Rp 8.000,-. Karena impor barang dari Amerika meningkat maka permintaan terhadap dolar Amerika juga meningkat, dari Q0 menjadi Q1 yang akhirnya membuat kurva permintaan bergeser dari D0 ke D1. Apabila pemerintah tidak campur tangan maka akan terbentuk tingkat kurs yang baru sebesar E1. Oleh karena itu, agar tingkat kurs tetap pada US $ 1 = Rp 8.000,- maka pemerintah (melalui Bank Sentral) akan menjual cadangan dolar Amerika sehingga kurva penawaran dolar Amerika akan bergeser ke kanan dari E1. dan terbentuklah tingkat kurs yang besarnya sama dengan tingkat semula yakni US $ 1 = Rp 8.000,-.
2.      Sistem Kurs Mengambang Bebas (Freely Floating Exchange Rate System)
Pada sistem ini, kurs bebas bergerak naik turun tanpa adanya campur tangan pemerintah. Kurs bergerak naik turun sesuai dengan kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran. Sistem kurs bebas disebut juga dengan istilah “Sistem Kurs Mengambang”. Selanjutnya, perhatikan grafik berikut:
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifykCifpduVjLV0cCuqQn7x9nOKpQtqPybE7YDJJhIceKvugGqLk4BPtHJ3ZQMfi4rdgK8WzNK1iJ_txDUUJL45oq3N3rIsK7zJKeBjetZui9EUSD7pAJmT0DY0BRPisNLS-YY2S8QDhTq/s320/gmbr+s.jpg

Pada awalnya, tingkat kurs yang terjadi adalah di titik E0 sebagai titik keseimbangan. Bila impor terhadap barang-barang Amerika meningkat, maka permintaan terhadap dolar Amerika untuk membayar impor juga meningkat, sehingga kurva permintaan dari D0 akan bergeser ke D1. Hal itu mengakibatkan kurs keseimbangan bergeser ke E1. Pada titik E1, nilai tukar rupiah adalah Rp 7.000,- per dolar AS atau US $ 1 = Rp 7.000,-. Maka, dikatakan bahwa nilai dolar Amerika telah mengalami peningkatan (apresiasi) terhadap rupiah, karena sebelumnya 1 dolar Amerika hanya senilai Rp 6.000,- (titik E0).
Sebaliknya, bila impor terhadap barang-barang Amerika menurun maka permintaan terhadap dolar Amerika juga menurun yang pada akhirnya akan menggeser kurva permintaan dari D0 menjadi D2. Akibatnya, tingkat kurs keseimbangan bergeser ke titik E2 yaitu US $ 1 = Rp 5.000,-. Ini berarti nilai dolar Amerika mengalami penurunan (depresiasi) terhadap rupiah. Yang perlu diingat dalam sistem kurs bebas adalah bahwa berapa pun harga keseimbangan (baik pada E0, E1, atau E2), maka jumlah devisa yang diperjualbelikan merupakan jumlah keseimbangan, yakni jumlah yang diminta = jumlah yang ditawarkan. Kebaikan dari sistem mengambang kurs bebas adalah:
1)      Pemerintah tidak perlu menyediakan cadangan devisa untuk mengendalikan kurs.
2)      Tidak ada pasar gelap yang memanfaatkan perbedaan tingkat kurs.
3)      Tidak ada defisit atau surplus neraca pembayaran karena mekanisme pasar akan segera menyeimbangkan defisit dan surplus menjadi neraca pembayaran yang seimbang.
Adapun keburukan dari sistem kurs bebas adalah kurs mudah sekali berubah-ubah, sehingga menimbulkan ketidakpastian transaksi ekspor, impor dan transaksi-transaksi lain yang berkaitan dengan mata uang asing.

E.     Bentuk Masalah Ekonomi Dalam Perekonomian Terbuka
Dalam perekonomian terbuka, masalah yang dihadapi suatu negara menjadi lebih rumit, dan kebijakan yang perlu dirumuskan dan diiaksanakan pemerintah perlu difikirkan dengan lebih baik. Dalam perekonomian tertutup hanya dua masalah yang perlu difikirkan pemeriatah dalam merumuskan kebijakan ekonomi, yakni masalah pengangguran dan masalah inflasi. Dalam perekonomian terbuka, di samping memperhatikan masalah tersebut harus pula diperhatikan efek dari kebijakan pemerintah yang dirumuskan terhadap neraca pembayaran dan kestabilan kurs pertukaran. Defisit dalarn neraca pembayaran akan menimbulkan efek buruk terhadap kestabilan kurs pertukan. Pada akhirnya kedua masalah itu akan menimbulkan efek buruk kepada masalah pengangguran dan kestabilan harga-harga. pada dasarnya masalah yang dihadapi oleh sesuatu perekonomian terbuka akan berbentuk salah satu dari empat masalah berikut :
1.      Perekonomian menghadapi masalah pengangguran, tetapi terdapat surplus dalam neraca pembayaran
2.      Perekonomian menghadapi masalah inflasi tetapi terdapat surplus dalam neraca Pembayaran.
3.      Perekonomian menghadapi masalah pengangguran dan di samping itu menghadapi masalah defisit dalam neraca pernbayaran.
4.      Perekonomian menghadapi masalah inflasi dan di samping itu menghadapi masaiah defisit dalam neraca pembayaran.
Dalam kasus (i) dan (ii) neraca pembayaran adalah dalam keadaan menguntungkan (mempunyai surplus), maka yang perlu difikirkan hanyalah mengatasi masalah pengangguran (kasus i) atau inflasi (kasus ii). Masalah yang harus dihadapi meniadi lebih rumit apabila bentuk masalah yang dihadapi adalah seperti dalam (iii) dan (iv). Pengangguran atau inflasi yang diikuti pula oleh masalah defisit dalam neraca pembayaran memerlukan langkah langkah yang secara serentak akan:
i.      mengatasi masalah pengangguran dan defisit dalam neraca pembayaran, apabila perekonomian itu menghadapi masalah seperti yang dinyatakan dalam (iii). Kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah seperti ini biasanya berbentuk kebiiakan memindahkan perbelaniaan.
ii.    mengatasi inflasi dan defisit dalam neraca pembayaran apabila ekonomi itu menghadapi masalah seperti yang dinyatakan dalam (iv). kebijiakan pemerintah yang dijalankan akan meliputi langkah-langkahyangdigolongkan kepada kebijakan mengurangkan perbelanjaan.

F.     Kebijakan Pemerintah Dalam Perekonomian Terbuka
1.     Kebijakan memindahkan perbelanjaan
Yang dimaksudkan dengan kebijakan memindahkan adalah langkah-langkah pemerintah untuk mengatasi masalah defisit dalam neraca pembayaran yang akan mengakibatkan pemambahan ekspor dan pengurargan impor. Kebijakan memindahkan perbelanjaan dijalankan apabila: defisit neraca pembayran wujud kelika perekonomian juga nengbadapi masalah pengangguran. Kebijakan memindahkan perbelanjaan dapat dijalankan untuk mengatasi kedua masalah di atas Langkah-langkah yang akan rnengurangi impor dan mendorong konsumsi barang dalam negeri adalah seperti yang dinyatakan di bawah ini:
a.       Melakukan pembatasan impor Ini dapat dilakukan dengan menaikkan pajak impor (tarif). Di samping itu dapat pula dijalankan denga menggunakan kuota dan melakukan kampanye untuk membeli barang dalam negri.
b.      Menekan (mengurangi penggunaan valuta asing) Pemerintah (melalui bank sentral mengatur penggunaan mata uang asing. Masyarakat dan para pengusaha haruslah menerangkan tujuan mereka membeli valuta asing. Pemerintah lebih mengutamakan pengguna valuta asing untuk mengimpor barang keperluan pokok dan bahan mentah sektor industri dan tidak mendorong usaha mengirnpor barang-barang mewah.
c.       Menurunkan nilai mata uang (devaluasi). Langkah ini menyebabkan barang impor menladi lebih mahal, dan akan mengurangi impor. Sebaliknya barang ekspor menjadii rnurah di pasaran luar negeri den akan menambah ekspor.
2.     Kebijakan pengurangan pembelanjaan
Yang dimaksudkan dengan "kebijakan pengurangan perbelanjaan" adalah langkah-langkah pemerintah untuk mengatasi masalah kurangan dalam neraca pernbayaran dengan mengurangi perbelanjaan agregat dan tingkat kegiatan ekonomi negara. Keadaan ini akan mewujudkan neraca pembayaran yang menguntungkan atau seimbang. Kebijakan perbelanjaan dapat dilaksanakan dengan mengambil langkah-langkah berikut:
a.       Menaikkan pajak pendapatan. pajak ini akan mengurangi pendapatan disposebel dan pengurangan itu akan mengurangi konsumsi rumah tangga.
b.      Menaikkan suku bunga dan menurunkan penawaran uang. Tuiuan ini dapat dicapai dengan menjalankan kebijakan moneter, misalnya dengan menaikkan tingkat cadangan minimum dan menaikkan suku bank (suku diskonto). Pengurangan penawaran uang dan suku bunga yang tinggi akan mempengaruhi investasi. Keadaan ini selanjutnva akan mengurangi pengeluaran agregat.
c.       Mengurangi pengeluaran pemerintah. Oleh karena pengeluaran pemerintah adalah sebagian dari pengeluaran agregat, maka pengurangan pengeluaran pemerintah akan mengurangi pengeluaran agregat. Langkah ini dan langkah yang dinyatakan dalam (a) digolongkan sebagai kebijakan fiskal.


Share:

No comments:

Post a Comment

Keep Traveling

Total Pageviews

Popular

Blog Archive

Recent Posts