1. Inflasi
Inflasi atau kenaikan harga umum
secara terus-menerus dianggap berbahaya karena dapat menyebabkan dampak negtif
seperti menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat, memburuknya distribusi
pendapatan, dan mengganggu stabilitas ekonomi. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut :
a.
Tingkat
pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
barang dan jasa
b.
Tuntutan
kenaikan upah dari pekerja.
c.
Kenaikan
harga barang impor
d.
Penambahan
penawaran uang dengan cara mencetak uang baru
e.
Kekacauan
politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998.
Akibatnya angka inflasi mencapai 58,5%.
Untuk mengatasi masalah inflasi
salah satu caranya yakni dengan operasi pasar untuk meninjau harga supaya harga
tidak terlalu tinggi dipasaran, memberikan subsidi untuk membantu masyarakat
yang ekonominya masih rendah, dan menurunkan pajak untuk meringankan beban
produsen dan konsumen.
2. Ketergantungan
terhadap Impor dan Utang Luar Negeri
Tingkat ketergantungan yang tinggi
dari pemerintah dan sektor swasta terhadap impor dan utang luar negeri
merupakan masalah pembangunan. Impor yang tinggi jelas akan mengurangi cadangan
devisa negara. Jika cadangan devisa berkurang, stabilitas ekonomi nasional akan
lemah. Utang luar negeri merupakan suatu masalah serius pemerintah. Jika suatu
negara memiliki utang luar negeri masalah yang muncul adalah menyangkut beban
utang. Semestinya pemerintah berupaya meningkatkan pertumbuhan ekspor
supaya cadangan devisa (pendapatan negara) menjadi bertambah serta mengurangi
kebiasaan utang. Lebih baik memanfaatkan sumber daya yang ada secara kreatif
tidak tergantung pada bantuan dari pihak luar. Untuk mengatasi
masalah-masalah di bidang ekonomi, pemerintah menggunakan kebijakan-kebijakan
tertentu. Secara garis besar, terdapat tiga kebijakan pemerintah dalam bidang
ekonomi makro. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut :
3. Kebijakan
Fiskal
Kebijakan fiskal berhubungan erat
dengan kegiatan pemerintah sebagai pelaku sektor publik. Kebijakan fiskal dalam
penerimaan pemerintah dianggap sebagai suatu cara untuk mengatur mobilisasi
dana domestik, dengan instrumen utamanya perpajakan. Dinegara sedang berkembang
seperti Indonesia, kebijakan moneter dan kebijakan luar negeri belum berjalan
seperti yang diharapkan. Dengan demikian, peranan kebijakan fiskal dalam bidang
perekonomian menjadi semakin penting. Kebijakan Fiskal adalah kebijakan
ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengendalikan atau mengarahkan perekonomian
pada saat kondisi yang lebih baik. Caranya yaitu mengatur penerimaan dan
pengeluaran pemerintah.
Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pajak (T) dan
pengeluaran pemerintah (G). Kebijakan fiskal pemerintah dapat bersifat
ekspansif maupun kontraktif. Kebijakan yang bersifat ekspansif dilakukan pada
saat perekonomian sedang menghadapi masalah pengangguran yang tinggi. Tindakan
yang dilakukan pemerintah adalah dengan memperbesar pengeluaran pemerintah
(misalnya menambah subsidi kepada rakyat kecil) atau mengurangi tingkat pajak.
Adapun kebijakan fiskal kontraktif adalah bentuk kebijakan fiskal yang
dilakukan pada saat perekonomian mencapai kesempatan kerja penuh atau
menghadapi inflasi. Tindakan yang dilakukan adalah mengurangi pengeluaran
pemerintah atau memperbesar tingkat pajak.
4. Kebijakan
Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan
ekonomi yang digunakan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, untuk
mengendalikan atau mengarahkan perekonomian pada kondisi yang lebih baik atau
diinginkan dengan mengatur jumlah uang yang beredar (JUB) dan tingkat suku
bunga. Kebijakan moneter tujuan utamanya adalah mengendalikan jumlah uang yang
beredar (JUB).
Kebijakan moneter mempunyai tujuan yang sama dengan
kebijakan ekonomi pemerintah lainnya. Perbedaannya terletak pada instrumen
kebijakannya.
Jika dalam kebijakan fiskal
pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluaran pemerintah maka dalam
kebijakan moneter Bank Sentral (Bank Indonesia) mengendalikan jumlah uang yang
bersedar (JUB). Melalui kebijakan moneter, Bank Sentral dapat mempertahankan,
menambah, atau mengurangi JUB untuk memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus
mempertahankan kestabilan harga-harga. Berbeda dengan kebijakan fiskal,
kebijakan moneter memiliki selisih waktu (time lag) yang relatif lebih
singkat dalam hal pelaksanaannya. Hal ini terjadi karena Bank Sentral tidak
memerlukan izin dari DPR dan kabinet untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan
untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi dalam perekonomian. Kebijakan
moneter memiliki tiga instrumen, yaitu operasi pasar terbuka (open market
operation), kebijakan tingkat suku bunga (discount rate policy) dan
rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio). Adapun penjelasannya
sebagai berikut:
1. Operasi
pasar terbuka ( open market operation )
Yaitu kebijakan pemerintah
mengendalikan jumlah uang yang beredar dengan cara menjual atau membeli
surat-surat berharga milik pemerintah. Di Indonesia operasi pasar terbuka
dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat
Berharga Pasar Uang (SPBU).
2. Fasilitas Diskon ( Discount Rate )
Salah satu fasilitasnya yaitu adanya
tingkat bunga diskonto yang maksudnya adalah tingkat bunga yang ditetapkan
pemerintah atas bank-bank umun yang meminjam ke bank sentral. Jika
pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka pemerintah melakukan
suatu cara yaitu menurunkan tingkat bunga penjaman (tingkat diskonto). Dengan
tingkat bunga pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk
meminjam uang dari bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang yang
beredar bertambah dan sebaliknya.
3. Rasio
Cadangan Wajib ( Reserve Requirement Ratio )
Penetapan ratio cadangan wajib juga
dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jka rasio cadangan wajib diperbesar,
maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibandingkan sebelumnya.
Selain ketiga instrumen yang bersifat kuantitatif tersebut, pemerintah dapat
melakukan himbauan moral (moral suasion). Misalnya untuk mengendalikan
jumlah uang beredar (JUB) di masyarakat, Bank Indonesia melalui Gubernur Bank
Indonesia memberi saran supaya perbankan mengurangi pemberian kredit ke
masyarakat atau ke sektor-sektor tersebut.
Kebijakan moneter dapat bersifat
ekspansif maupun kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif dilakukan pemerintah
jika ingin menambah jumlah uang beredar di masyarakat atau yang lebih dikenal
kebijakan uang longgar (easy money policy). Sebaliknya, jika pemerintah
ingin mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat, kebijakan moneter yang
ditempuh adalah kebijakan moneter kontraktif atau yang lebih dikenal kebijakan
uang ketat (tight money policy). Selain itu dalam melaksanakan kebijakan
moneter, Bank Sentral dapat menggunakan tiga instrumen, yaitu operasi pasar
terbuka (open market operation), kebijakan tingkat suku bunga (discount
rate policy) dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio).
No comments:
Post a Comment