BAB 11 ANALISIS BISNIS DN STUDI KELAYAKAN BISNIS

A. Pengertian Bisnis

Pada saat mendengar kata “bisnis”, ingatan kita sejenak akan
membayangkan berbagai aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan besar seperti
PT Unilever Indoesia, PT Indofood Sukses Makmur, maupun berbagai perusahaan
kecil yang melakukan kegiatan perdagangan dan produksi. Lalu apa yang
dimaksud dengan “bisnis” itu sendiri? Menurut Steinholff (1979: 5), “Business is
all those activities involved in providing the goods and services needed or desired
by people.”[1]
Dalam pengertian ini, kegiatan bisnis sebagai aktivitas yang meyediakan
barang dan jasa yang diperlukan atau diinginkan oleh konsumen, dapat dilakukan
oleh organisasi perusahaan yang memiliki badan hukum, perusahaan yang
memiliki badan usaha, maupun perorangan yang tidak memiliki badan hukum
maupun badan usaha seperti pedagang kaki lima, warung yang tidak memiliki
Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), serta
usaha informal lainnya.
Produk yang dihasilkan dan diperdagangkan oleh kegiatan bisnis mencakup
keseluruhantangible goods maupun intangible goods (jasa). Yang dimaksud
dengan tangible goods adalah barang-barang yang dapat diindra oleh pancaindra
manusia, seperti mobil, rumah, kursi, pulpen, mi instan, sabun cuci, dan lain-lain.
Sedangkan jasa adalah produk yang tidak dapat dilihat secara kasat mata,
tetapi dapat dirasakan manfaatnya setelah konsumen mengkonsumsi jasa
tersebut. Sebagai contoh, keandalan seorang pengacara dalam memberikan
jasanya tidak dapat diukur dari keberadaan fisik maupun asal suku bangsa
pengacara tersebut.
Pengertian bisnis lainnya diberikan oleh Griffin dan Ebert (1996), “Business
is an organization that provides goods or services in order to earn profit.”[2]
Sejalan dengan definisi tersebut, aktivitas bisnis melalui penyediaan barang dan
jasa bertujuan untuk menghasilkan profit.
B. Pengertian Kelayakan Usaha

Usaha yang akan dijalankan diharapkan dapat memberikan penghasilan
sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Pencapaian tujuan usaha harus

memenuhi beberapa kriteria kelayakan usaha. Artinya, jika dilihat dari segi bisnis,
suatu usaha sebelum dijalankan harus dinilai pantas atau tidak untuk dijalankan.
Pantas artinya layak atau akan memberikan keuntungan dan manfaat yang
maksimal.
Agar tujuan perusahaan dapat tercapai sesuai dengan keinginan, apapun
tujuan perusahaan (baik profile, social maupun gabungan dari keduanya), apabila
ingin melakukan investasi, terlebih dahulu hendaknya dilakukan suatu studi.
Tujuannya adalah untuk menilai apakah investasi yang akan ditanamkan layak
atau tidak untuk dijalankan (dalam arti sesuai dengan tujuan perusahaan) atau
dengan kata lain jika usaha tersebut dijalankan, akan memberikan manfaat atau
tidak.
Suatu kegiatan dapat dikatakan layak apabila dapat memenuhi persyaratan
tertentu. Untuk menentukan layak atau tidaknya suatu usaha diperlukan
perhitungan dan asumsi-asumsi sehingga ditarik kesimpulan bahwa dari segi
keuangan perusahaan ini layak untuk dijalankan.
Studi kelayakan usaha dilakukan untuk mengidentifikasi masalah di masa
yang akan dating, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan melesetnya hasil
yang diinginkan dalam suatu investasi. Studi kelayakan usaha memperhitungkan
hambatan atau peluang dari investasi yang akan dijalankan. Jadi, studi kelayakan
usaha dapat memberikan pedoman atau arahan pada usaha yang akan dijalankan.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian studi kelayakan usaha adalah:
Sutau jegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan,
usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau
tidak usaha tersebut dijalankan.[3]
Kelayakan artinya penelitina yang dilakukan secara mendalam bertujuan
untuk menentukan apakah usaha yang dijalankan akan memberikan manfaat yang
lebih besar dibangdingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Dengan kata lain,
kelayakan dapat berarti bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan
keuntungan financial dan nonfinansial sesuai dengan tujuan yang mereka
inginkan. Layak juga berarti dapat memberikan keuntungan yang tidak hanya bagi
perusahaan yang menjalankannya, tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah
dan masyarakat luas.
C. Proses dan Studi Kelayakan Usaha
Studi kelayakan usaha dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut[4]:
1. Tahap penemuan idea tau perumusan gagasan. Tahap penemuan ide adalah
tahap di mana wirausaha mendapatkan ide untuk merintis usaha baru. Ide
tersebut kemudian dirumuskan dan diidentifikasi, misalnya kemungkinan-

kemungkinan bisnis yang paling member peluang untuk dilakukan dan
menguntungkan dalam jangka waktu panjang. Banyak kemungkinan, misalnya
bisnis industry, perakitan, perdagangan, usaha jasa, atau jenis usaha lain yang
dianggap layak.
2. Tahap formulasi tujuan. Tahap ini merupakan tahap perumusan visi dan misi
bisnis, seperti visi dan misi bisnis yang hendak diemban setelah bisnis tersebut
diidentifikasi; apakah misalnya untuk menciptakan barang dan jasa yang
diperlukan masyarakat sepanjang waktu ataukah untuk menciptakan keuntungan
yang langgeng; atau apakah visi dan misi bisnis yag akan dikembangkan tersebut
benar-benar menjadi kenyataan atau tidak? Semuanya dirumuskan dalam bentuk
tujuan.
3. Tahap analisis. Tahap penelitian, yaiutu proses sistematis yang dilakukan untuk
membuat suatu keputusan apakah bisnis tersebut layak dilaksanakan atau tidak.
Tahap ini dilakukan seperti prosedur proses penelitian ilmiah yang lain, yaitu
dimulai dengan mengumpulkan data, mengolah, menganalisis, dan menarik
kesimpulan. Kesimpulan dalam studi kelayakan usaha hanya ada dua, yaitu
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan. Adapun aspek-aspek yang harus diamati
dan dicermati dalam tahap analisis tersebut, meliputi:
a. Aspek pasar, mencakup produk yang akan dipasarkan, peluang, permintaan
dan penawaran, harga, segmentasi, pasar sasaran, ukuran, perkembangan, dan
struktur pasar serta strategi pesaing.
b. Aspek teknik produksi atau operasi, meliputi lokasi, gedung bangunan, mesin
dan peralatan, bahan baku dan bahan penolong, tenaga kerja, metode produksi,
lokasi dan tata letak pabrik atau tempat usaha.
c. Aspek manajemen atau pengelolaan, meliputi organisasi, aspek pengelolaan
tenaga kerja, kepemilikan, yuridis, lingkungan, dan sebagainyan. Aspek yuridis dan
lingkungan perlu dianalisis sebab perusahaan harus mendapat pengakuan dari
berbagai pihak dan harus ramah lingkungan.
d. Aspek financial atau keuangan, meliputi sumber dana atau penggunaannya,
proyeksi biaya, pendapatan, keuntungan, dan arus kas.
4. Tahap keputusan. Setelah dievaluasi, dipelajari, dianalisis, dan hasilnya
meyakinkan, langkah berikutnya adalah tahap pengambilan keputusan, apakah
bisnis tersebut layak dilakasanakan atau tidak. Karena menyangkut keperluan
investasi yang mengandung risiko maka keputusan bisnis biasanya didasarkan
pada beberapa criteria, seperti Periode Pembayaran Kembali (Pay Back Period,
PBP), Nilai Sekarang Bersih (Net Present Value, NPV), Tingkat Pengembalian
Internal (Internal Rate of Return, IRR), dan sebagainya.

Untuk menganalisis suatu keputusan bisnis dilakukan pengkajian terhadap
hal-hal berikut:
a. Aset dan kewajiban. Perlu diketahui daftar atau data secara akurat tentang
setiap harta dan semua kewajiban (liabilitas) yang akan diambil alih. Keakuratan
data tersebut, jika memungkinkan, sebaiknya dinyatakan oleh akuntan public
yang bersertifikat.
b. Piutang usaha. Sebelum membeli suatu bisnis, mintalah daftar umur piutang
usaha. Jika mungkin termasuk masalah penagihan yang dihadapi oleh perusahaan
selama ini. Mintalah juga bukti mengenai beberapa persen bisnis itu mampu
ditagih dalam kurun waktu tertentu dan apakah piutang dapat tertagih sesuai nilai
ekonomisnya.
c. Lokasi usaha. Apakah lokasi usaha yang akan dibeli cukup strategis. Jika tidak
strategis, berapa besar biaya yang harus dikeluakan untuk memindahkannya ke
lokasi lain yang lebih strategis, terutama dari sudut pasar, bahan baku, dan tenaga
kerja.
d. Persyaratan istimewa. Apakah ada persyaratan istimewa, misalnya lisensi, izin
khusus, dan persyaratan hukum yang lain untuk bisnis tersebut. Apakah
persyaratan istimewa tersebut juga termasuk dalam pembelian bisnis. Dengan
kata lain, apakah persyaratan istimewa tersebut juga dialihkan kepada pemilik
baru.
e. Kontrak. Apakah bisnis tersebut terikat dengan kontrak-kontrak yang akan
dialihkan keada pemilik baru. Semua isi kontrak tersebut (secara legal dan praktis)
yang akan diwarisi harus dipahami. Dapatkah semua kontrak itu
dipindahtangankan kepada pemilik, terutama kontrak yang belum jatuh tempo.
D. Analisi Kelayakan Usaha

Tadi telah dijelaskan bahwa untuk mengetahui layak tidaknya suatu bisnis
untuk dilakukan, harus dianalisis berbagai aspeknya. Bagaimana cara mengetahui
bahwa aspek-aspek tersebut layak atau tidak? Berikut ini akan dibahas beberapa
criteria yang dapat dijadikan aspek penilaian[5].
1. Analisis Aspek Pemasaran
Untuk menganalisis aspek pemasaran, wirausaha terlebih dahulu harus
melakukan penelitian pemasaran dengan menggunakan system informasi
pemasaran yang memadai berdasarkan analisis dan prediksi apakah bisnis yang
akan dirintis atau dikembangkan memiliki peluang pasar yang memadai ataukah
tidak. Dalam analisis pasar biasanya terdapat beberapa komponen yang harus
dianalisis dan dicermati, diantaranya:

a. Kebutuhan dan keinginan konsumen. Barang dan jasa apa yang banyak
dibutuhkan dan diinginkan konsumen? Berapa banyak yang mereka butuhkan?
Bagaimana daya beli mereka? Kapan mereka membutuhkan? Jika kebutuhan dan
keinginan mereka teridentifikasi dan memungkinkan untuk dipenuhi berarti
peluang pasar bisnis kita terbuka dan layak bila dilihat dari kebutuhan/keinginan
konsumen.
b. Segmentasi pasar. Pelanggan dikelompokkan dan diidentifikasi, misalnya
berdasarkan geografi, demografi, dan social budaya. Jika segmentasi pasar
teridentifikasi maka pasar sasaran akan dapat terwujud dan tercapai.
c. Target. Target pasar menyangkut banyaknya konsumen yang dapat diraih.
Berapa target yang ingin dicapai? Apakah konsumen loyal terhadap bisnis?
Apakah produk yang ditawarkan dapat member kepuasan atau tidak? Jika
konsumen loyal, maka potensi pasar tinggi.
d. Nilai tambah. Wirausaha harus mengetahui nilai tambah produk dan jasa pada
setiap rantai pemasaran, mulai dari pemasok, agen, hingga konsumen akhir. Nilai
tambah barang dan jasa biasanya diukur dengan harga, misalnya berapa harga
dari pabrik pemasok, harga setelah di agen, dan harga setelah ke konsumen.
e. Masa hidup produk. Harus dianalisis apakah masa hidup produk dan jasa
bertahan lama atau tidak. Apakah ukuran lama masa produk lebih dari waktu
yang dibutuhkan untuk menghasilkan laba sampai modal kembali atau tidak. Jika
masa produk lebih lama, berarti potensi pasar tinggi. Harus dianalisis juga apakah
produk industry baru atau industry lama sudah mapan atau produk industry justru
sedang menurun. Jika produk industry sedang bertumbuh, maka potensi pasar
tinggi.
f. Struktur pasar. Harus dianalisis apakah barang dan jasa akn dipasarkan pada
pasar persaingan tidak sempurna (seperti monopoli, oligopoly dan monopolistic),
atau pasar persaingan sempurna. Jika barang dan jasa masuk dalam pasar
persaingan tidak sempurna, berarti potensi pasar tinggi disbanding bila produk
termasuk pasar persaingan sempurna.
g. Persaingan dan strategi pesaing. Harus dianalisis apakah tingkat persaingan
tinggi atau rendah. Jika persaingan tinggi, berarti peluang pasar rendah.
Wirausaha harus membandingkan keunggulan pesaing dilihat dari strategi
produk, harga, jaringan industry, promosi, dan tingkat penggunaan teknologi.
h. Ukuran pasar. Ukuran pasar dapat dianalisis dari volume penjualan. Jika volume
penjualan tinggi, berarti pasar potensial. Misalnya, dengan volume penjualan
usaha skala kecil sebesar Rp 5 milyar pertahun atau sebesar Rp 10 juta perhari,
berarti ukuran pasar cukup besar.

i. Pertumbuhan pasar. Pertumbuhan pasar dapat dianalisis dari pertumbuhan
volume penjualan. Jika pertumbuhan pasar tinggi (misalnya lebih dari 20%),
berarti potensi pasar tinggi.
j. Laba kotor. Apakah perkiraan margin laba kotor tinggi atau rendah. Jika profit
margin kotor lebih dari 20%, berarti pasar potensial.
k. Pangsa pasar. Pangsa pasar bisa dianalisis dari selisih jumlah barang dan jasa
yang diminta dengan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Jika pangsa pasar
menurut proyeksi meningkat, bahkan setelah lima tahun mencapai 40%, berarti
bisnis yang akan dilakukan atau dikembangkan memiliki pangsa pasar yang tinggi.
2. Analisis Aspek Produksi atau Operasi
Beberapa unsur dari aspek produksi atau operasi yang harus dianalisis adalah:
a. Lokasi operasi. Untuk bisnis hendaknya dipilih lokasi yang strategis dan efisien,
baik bagi perusahaan maupun bagi pelanggan, misalnya dekat ke pemasok, ke
konsumen, kea lat transportasi, atau diantara ketiganya. Di samping itu, lokasi
bisnis harus menarik agar konsumen tetap loyal.
b. Volume operasi. Volume operasi harus relevan dengan potensi pasar dan
prediksi permintaan sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan kapasitas.
Volume operasi yang berlebihan akan menimbulkan masalah baru dalam
penyimpanan/penggudangan yang pada akhirnya akan memengaruhi harga pokok
penjualan.
c. Mesin dan peralatan. Mesin dan peralatan harus sesuai dengan perkembangan
teknologi masa kini dan yang akan dating serta harus disesuaikan dengan luas
produksi agar tidak terjadi kelebihan kapasitas.
d. Bahan baku dan bahan penolong. Bahan baku dan bahan penolong serta
sumber daya yang diperlukan harus cukup tersedia. Persediaan tersebut harus
sesuai dengan kebutuhan sehingga biaya bahan baku menjadi efisien.
e. Tenaga kerja. Berapa jumlah tenaga kerja yang diperlukan dan bagaimana
kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi karyawan harus sesuai dengan keperluan
jam kerja dan kualifikasi pekerjaan untuk menyelesaikannya.
3. Analisis Aspek Manajemen
Dalam menganalisis aspek-aspek manajamen terdapat beberapa unsur yang harus
dianalisis, seperti:
a. Kepemilikan. Apakah unit bisnis yang akan didirikan merupakan milik pribadi
atau milik bersama. Apa saja keuntungan dan kerugian dari unit bisnis yang dipilih
tersebut? Hendakya dipilih yang tidak berisiko terlalu tinggi dan menguntungkan.

b. Organisasi. Jenis organisai apa yang diperlukan? Apakah organisasi lini, staf, lini
dan staf, atau bentuk lainnya. Tentukan jenis yang paling tepat dan efisien.
c. Tim manajemen. Apakah bisnis akan dikelola sendiri atau melibatkan orang
lain secara professional. Hal ini bergantung skala usaha dan kemampuan yang
dimiliki wirausaha.
d. Karyawan. Karyawan harus disesuaikan, baik dalam jumlah maupun
kualifikasinya.

4. Analisis Aspek Keuangan
Aspek analisis keuangan meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kebutuhan dana, yaitu kebutuhan dana untuk operasional perusahaan,
misalnya besarnya dana untuk aktiva tetap, modal kerja, dan pembiayaan awal.
b. Sumber dana. Ada beberapa sumber dana yang layak digali, yaitu sumber dana
internal (misalnya modal disetor dan laba ditahan) dan modal eksternal (misalnya
penerbitan obligasi dan pinjaman).
c. Proyeksi neraca. Sanat penting untuk mengetahui kekayaan perusahaan serta
kondisi keuangannya, misalnya saldo lancer, aktiva tetap, kewajiban jangka
pendek, kewajiban jangka panjang dan kekayaan bersih.
d. Proyeksi laba rugi. Proyeksi laba atau rugi di masa yang akan datang.
Komponennya meliputi proyeksi penjualan, biayadan laba rugi bersih.
e. Proyeksi arus khas. Dari arus khas dapat dilihat kemampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban-kewajiban keuangannya. Ada tiga jenis arus khas, yaitu:
1. Arus khas masuk, merupakan penerimaan berupa hasil penjualan atau
pendaftaran.
2. Arus khas keluar, merupakan biaya-biaya, termasuk pembayaran bunga dan
pajak.
3. Arus khas masuk bersih, merupakan selisih dari arus khas masuk dan asru khas
keluar ditambah penyusutan dan perhitungan bunga setelah pajak.
Share:

No comments:

Post a Comment

Keep Traveling

Total Pageviews

Popular

Blog Archive

Recent Posts