A.
Pentingnya Lembaga Jaminan
Dalam rangka
pembangunan ekonomi nasional, Indonesia membutuhkan dana tidak sedikit.
Mengenai hal ini pemerintah memberdayakan berbagai lembaga perbankan kebutuhan
ekonomi masyarakat. Lembaga pembiayaan memberikan kemudahan melalui fasilitas
pembiayaan kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Dalam hal ini pihak yang
membutuhkan dana harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh lembaga
pembiayaan yang bersangkutan.
Salah satu
persyaratan penting untuk memperoleh fasilitas kredit adalah adanya jaminan
atau agunan yang bermutu tinggi dan
mudah diperjualbelikan. Tidak dapat disangkal, bahwa pembangunan ekonomi negara negara di berbagai
sektornya, terutama kegiatan-kegiatan bisnis yang dilakukan para pelaku bisnis
akan selalu diikuti oleh perkembangan kebutuhan dana melalui kredit, dan
pemberian fasilitas kredit akan selalu membutuhkan adanya jaminan.
Jaminan yang
dimaksud disini semata-mata hanya melindungi kepentingan kreditur, agar dana
yang telah diberikan kreditur dalam bentuk pembiayaan dapat dikembalikan sesuai
jangka waktu yang ditentukan. Dengan kata lain pihak pemilik dana atau kreditur, terutama lembaga perbankan
atau lembaga pembiayaan mensyarat kan
adanya jaminan bagi pemberian kredit demi keamanan dana dan kepastian hukumnya.
Jadi, jelas
bahwa tanpa adanya jaminan dari debitur maka pihak kreditur tidak akan
memberikan fasilitas kredit apapun. Ini berarti bahwa dalam kegiatan bisnis,
jaminan mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, keberadaan
ketentuan hukum yang mengatur mengenai lembaga pembiayaan maupun jaminan itu
sangatlah diperlukan. Tetapi permasalahannya masih banyak lembaga pembiayaan
yang tidak mendaftarkan obyek jaminan fidusia di kantor pendaftaran fidusia.
Dan masih banyak juga eksekusi paksa yang dilakukan oleh pihak kreditur.
B.
Beberapa Pengertian
1.
Pengertian Jaminan
Istilah “jaminan”
berasal dari kata ”jamin” yang berarti tanggung, sehingga istilah ‘jaminan”dapat
diartikan sebagai tanggungan. Jaminan
adalah suatu yang diberikan kepada kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan
bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang
timbul dari suatu perikatan.
Hukum Jaminan adalah keseluruhan dari kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum
antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan
untuk mendapatkan fasilitas/kredit.
Istilah
hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidsstelling atau security
of law. Dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang lembaga
hipotek dan jaminan lainnya, yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada tanggal
20 sampai dengan 30 juli 1977, disebutkan bahwa hukum jaminan, meliputi
pengertian, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Pengertian
jaminan ini mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian. Definisi ini menjadi
tidak jelas, karena yang dilihat hanya dari penggolongan jaminan.
Pengertian hukum jaminan dari berbagai pendapat para
ahli :
a.
Prof. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan
Hukum jaminan adalah hukum mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian
fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai
jaminan. Peraturan demikian harus cukup menyakinkan dan memberikan kepastian
hukum bagi lembaga-lembga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian kiranya harus dibarengi dengan
adanya lembaga kredit dengan jumlah besar, dengan jangka waktu lama dan bunga
yang relatif rendah.
Sebenarnya
apa yang dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjhoen Sofwan ini merupakan suatu
konsep yuridis yang berkaitan dengan penyusunan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang jaminan pada masa yang akan datang. Sedangkan saat ini
telah dibuat berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
jaminan.
b.
J satrio
Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang
kreditur terhadap debitur. Definisi ini di fokuskan pada pengaturan pada
hak-hak kreditur semata-mata, tetapi tidak memperhatikan hak-hak debitur.
Padahal subjek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut kreditur
semata-mata, tetapi juga erat kaitannya dengan debitur.
c.
Salim H.S
Hukum jaminan adalah keseluruhan dari
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima
jaminan dalam kaitannya dengan pembebebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas
kredit.
d.
Prof. M. Ali Mansyur
Hukum jaminan adalah hukum yang mengatur hubungan
hukum antara kreditur dan debitur yang berkaitan dengan pembebanan jaminan atas
pemberian kredit.
Dari pendapat diatas dapat ditarik benang merah bahwa hukum jaminan adalah peraturan hukum
yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan dengan penerima jaminan
dengan menjaminkan benda - benda sebagai jaminan.
2. Fungsi Jaminan
Fungsi
utama jaminan adalah untuk menyakinkan bank atau kreditur, bahwa debitur mempunyai kemampuan
untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan
persyaratan dan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.
Fungsi
lain dari jaminan adalah sebagai sarana perlindungan bagi keamanan atau
kepastian pelunasan hutang debitur kepada kreditur. Oleh karena itu, jaminan di
samping faktor-faktor lain seperti watak, kemampuan, modal, jaminan dan kondisi
ekonomi, dapat dijadikan sebagai sarana perlindungan untuk para kreditur dalam
kepastian atau pelunasan utang calon debitur atau pelaksanaan suatu prestasi
oleh debitur.
3.
Ruang Lingkup Hukum
Jaminan
Ruang
lingkup hukum jaminan meliputi jaminan umum dan khusus. Jaminan khusus terbagi
dua yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan.
Jaminan
umum yaitu jaminan dari pihak debitur yang terjadi atau timbul dari
undang-undang, yaitu bahwa setiap barang bergerak ataupun tidak bergerak
milik debitur menjadi tanggungan utangnya kepada kreditur. Maka apabila debitur
wanprestasi, maka kreditur dapat meminta pengadilan untuk menyita dan melelang
seluruh harta debitur.
Jaminan
khusus yaitu bahwa setiap jaminan utang bersifat kontraktual, yaitu yang terbit
dari perjanjian tertentu, baik yang khusus ditujukan terhadap benda-benda
tertentu maupun orang tertentu.
Jaminan
kebendaan terbagi dua yaitu benda bergerak dan benda tak bergerak. Lembaga jaminan benda
bergerak meliputi gadai dan fidusi. Jaminan benda tidak bergerak meliputi hak
tanggungan, hipotek, kapal laut, dan pesawat udara. Sedangkan jaminan
perorangan meliputi borg, tanggung-menganggung atau tangung
renteng, dan garansi bank.
C.
Jenis-jenis Jaminan
Secara umum jaminan dapat dibedakan menjadi jaminan
perorangan (persoonlijke zekerheid) dan jaminan kebendaan (zakerlijke
zekerheid).
1. Jaminan Perorangan (Personal
Guaranty)
Jaminan perorangan adalah jaminan seseorang dari pihak
ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari
debitur. Dengan perkataan lain, jaminan perseorangan itu adalah suatu
perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dan seorang ketiga, yang
menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang (debitur).
Dalam jaminan perorangan (borgotch) itu selalu
dimaksudkan bahwa untuk pemenuhan kewajiban-kewajiban pihak debitur, yang
dijamin pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda
debitur dapat disita dan dilelang menurut ketentuan-ketentuan perihal
pelaksanaan atau eksekusi putusan pengadilan.
Mengenai pengertian penanggungan ditegaskan dalam Pasal
1820 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa :
“Penanggungan
adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si
berutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala
orang ini sendiri tidak memenuhinya.”
.
Hal serupa juga dikatakan oleh J. Satrio dalam
bukunya yang berjudul Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Pribadi: Tentang
Perjanjian Penanggungan dan Perikatan Tanggung Menanggung (hal. 12),
sebagaimana kami sarikan, bahwa di dalam KUHPer, penanggungan
atau borgtocht mempunyai pengaturannya dalam Pasal 1820
KUHPer dan selanjutnya. Unsur-unsur perumusan Pasal 1820 KUHPer yang perlu
mendapat perhatian adalah:
1) Penanggungan merupakan suatu perjanjian;
2) Borg adalah
pihak ketiga;
3) Penanggungan diiberikan demi kepentingan
kreditur;
4) Borg mengikatkan
diri untuk memenuhi perikatan debitur, kalau debitur wanprestasi;
5) Ada perjanjian bersyarat.
Sebagaimana halnya perjanjian-perjanjian
lainnya, maka perjanjian perorangan ini juga bersifat accesoir, dalam arti
bahwa perjanjian penganggungan itu baru timbul setelah dilahirkannya perjanjian
pokoknya berupa perjanjian utang piutang.
Tanggung jawab penanggung terhadap debitur,
adalah tanggung jawab yang bersifat suatu “cadangan” saja, dalam arti berfungsi
apabila harta benda debitur tidak mencukupi unyuk melunasi utangnya, atau dalam
halnya debitur itu sama sekali tidak mempunyai harta benda yang dapat disita.
Jadi kalau pendapatan lelang sita atas harta benda debitur itu tidak mencukupi
untuk melunasi utangnya, barulah tiba gilirannya untuk menyita harta benda
penanggung/penjamin. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1831 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata :
“Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar
kepada si berutang, selainnya jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si
berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.”
Akibat lain dari hubungan antara debitur dan
penanggung yang telah membayar, dapat menuntutnya kembali dari debitur utama,
baik penanggungan telah diadakan maupun tanpa pengetahuan debitur utama.
Penuntutan kembali ini tidak mengenai uang pokoknya maupun mengenai bunga serta
biaya-biaya lain.
Namun, oleh karena jaminan perorangan ini tidak
ada hak privilege atau hak yang diistimewakan terhadap kreditur-kreditur
lainnya, maka jaminan itu hampir tidak berarti bagi bank sebagai pihak pemberi
kredit. Sebab tentunya bagi pihak kreditur menginginkan jaminan yang lebih kuat
dan bersifat khusus. Sehingga bila suatu saat debitur tidak memenuhi utangnya,
maka dapat dengan mudah menyita dan melelang barang yang dijadikan jaminan
tersebut.
2.
Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan adalah suatu tindakan berupa
suatu penjaminan yang dilakukan oleh si berpiutang (kreditur) terhadap
debiturnya, atau antara si berpiutang dengan seorang pihak ketiga guna memenuhi
kewajiban-kewajiban dari si berutang (debitur).
Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa
menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seeorang, si pemberi jaminan, dan
menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (utang) seorang debitur.
Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan si debitur sendiri atau kekayaan
seorang pihak ketiga. Pemberian jaminan kebendaan ini kepada si berpiutang
(kreditur) tertentu, memberikan kepada si berpiutang tersebut suatu hak privilege (hak istimewa) terhadap
krediturnya.
Dari pengertian benda sebagai kekayaan
seseorang, maka benda tersebut termasuk juga kekayaan yang tidak dapat dilihat,
misalnya hak piutang. Sebab yang dimaksud dengan benda (zaak) dalam arti luas, ialah sesuatu yang dapat dihaki orang lain.
Penyendirian atau penyediaan secara khusus
kekayaan itu diperuntukkan bagi kepentingan seorang debitur tertentu yang telah
memintanya, karena bila tidak ada penyendirian atau penyediaan secara khusus
itu bagian dari kekayaan tadi seperti halnya dengan seluruh kekayaan debitur
dijadikan jaminan untuk pembayaran semua utang debitur. Dengan demikian, maka
pemberian jaminan kebendaan kepada seorang debitur tertentu, memberikan kepada
kreditur tersebut suatu “privilege”
atau kedudukan istimewa terhadap para kreditur lainnya
D.
Jenis-jenis Lembaga Jaminan di Indonesia
Pokok-pokok bahasan dalam bagian ini adalah mengenai
lembaga jaminan untuk benda tidak bergerak, yaitu hak tanggungan, serta lembaga
jaminan untuk benda bergerak yang terdiri dari gadai dan fidusia.
1. Hak Tanggungan
a.
Pengertian Hak Tanggungan
Menurut ketentuan Pasal 1 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, yang
dimaksud dengan hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan kesatuan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur
lain.
b.
Pengaturan Hak Tanggungan
Sejak UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Daar
Pokok-pokok Agraria mulai berlaku, sesungguhnya telah ditentukan bahwa akan
diatur mengenai hak tanggungan sebagai hak yang memberikan jaminan atas tanah
dan benda-benda yang berada di atasnya. Tetapi harapan itu baru dapat
diwujudkan pada 1996 dengan diberlakukannya UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah serta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah
(Selanjutnya dalam tulisan ini disebut UU Hak Tanggungan) sejak April 1996.
c.
Ciri-ciri Hak Tanggungan
1.
Hak tanggungan memberikan
kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (doit de preference). Ciri ini terdapat
dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat (1) UU Hak Tanggungan.
2.
Hak tanggungan selalu mengikuti
objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada (droit de suite), sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 7 UU Hak Tanggungan
3.
Hak tanggungan memenuhi asas
spesialitas dan publitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan
kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
4.
Hak tanggungan mudah dan pasti
dilaksanakan.
d.
Asas-asas Hak Tanggungan
1) Asas Publisitas
Pasal 13 ayat (1) UU Hak Tanggungan menyatakan bahwa
“Pemberian hak tanggungan wajib didaftrakan pada Kantor Pertanian.” Dan dalam
bagian penjelasan pasal ini dikatakan bahwa salah satu asas hak tanggungan
adalah asas publisitas.
2) Asas Spesialitas
Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa, ketentuan ini
menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan,
baik mengenai subjek, objek, maupun utang yang dijamin.
3) Asas Tak Dapat Dibagi-bagi
Pasal 2 ayat (1) UU Hak Tanggungan menyatakan bahwa, “Hak
Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
e.
Objek Hak Tanggungan
Menurut Pasal 4 UU Hak Tanggungan bahwa hak atas tanah
yang dapat dibebani hak tanggungan adalah :
1.
Hak guna usaha (Pasal 4 ayat (1))
2.
Hak guna bangunan (Pasal 4 ayat
(1))
3.
Hak pakai atas tanah negara yang menurut
ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan (Pasal 4 ayat (2))
4.
Hak atas pakai tanah hak milik
(Pasal 4 ayat (3))
5.
Hak atas tanah berikut bangunan,
tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau yang akan ada yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut (Pasal 4 ayat (4))
6.
Rumah susun dan hak milik atas
satuan rumah susun (Pasal 27).
f.
Proses Pembebanan Hak
Tanggungan
1) Tahap Pemberian Hak
Tanggungan
Dalam tahap ini menurut ketentuan Pasal 10 UU Hak
Tannggungan disebutkan bahwa pemberian hak tanggungan didahului dengan janji
untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan perlunasan utang tertentu, yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian
utang piutang yang bersangkutan.
Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Tahap Pendaftaran
Menurut ketentuan Pasal 13 UU Hak Tanggungan, bahwa pemberian
Hak Tanggungan wajib didaftrakan pada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang
bersangkutan dan warkat lain yang diperlukan kepada kantor pertanahan.
g.
Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT) dan Janji-janjI yang Terkandung di Dalamnya
Dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 10 UUHT, pemberian
Hak Tanggungan juga harus memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan identitas
pemegang Hak Tanggungan tersebut. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 11 UUHT
dinyatakan bahwa:
Di
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan:
(a) nama
dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan
(b) domisili
pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka ada
yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan domisili
pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan,
kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai
domisili yang dipilih.
(c) penunjukan
secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud Pasal 3
dan Pasal 10 ayat (1
(d) nilai
tanggungan;
(e) uraian
yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan.
Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan
janji-janji, antara lain (Pasal 11 Ayat (2)):
1) janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan
untukmenyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka
waktusewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulislebih
dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
2) janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan
untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, kecuali
denganpersetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan
3) janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang
HakTanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan
KetuaPengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak
Tanggunganapabila debitor sungguh-sungguh cidera janji;
4) janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang
HakTanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu
diperlukanuntuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya
ataudibatalkannya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi
ataudilanggarnya ketentuan undang-undang;
5) janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai
hakuntuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera
janji;
h. Hapusnya Hak Tanggungan
Hak-hak Tanggungan bisa hapus dengan
alasan-alasan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 ayat (1) UU Hak Tanggungan,
yaitu :
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan.
2. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak
tanggungan.
3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan
peringkat oleh ketua pengadilan negeri.
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.
i.
Eksekusi Hak Tanggungan
Yang dimaksud dengan eksekusi hak
tanggungan adalah apabila debitur cedera janji maka objek hak tanggungan dijual
melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan pemegang hak tanggungan berhak mengambil
seluruh atau sebagian dari hasilnya untuk pelunasan utangnya, dengan hak
mendahulu (hak preferen) dari kreditur-kreditur lainnya.
2.
Gadai
a.
Pengertian
Yang dimaksud dengan gadai menurut ketentuan Pasal 1150
KUH Perdata, adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang lain atas namanya, dan
yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan
dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang
lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkannya untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan,
biaya-biaya mana yang harus didahulukan.
b.
Pengaturan
Pegadaian adalah suatu lembaga keuangan bukan bank yang
memberikan kredit kepada masyarakat dengan corak khusus yang telah dikenal di
Indonesia sejak tahun 1901. Mengenai gadai ini diatur dalam Pasal 1150 sampai
dengan Pasal 1161 Kitab UU Hukum Perdata, dan secara kelembagaan diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 tentang Pegadaian.
c.
Saat Terjadinya Hak Gadai
1) Tahap Pertama
Tahapan petama untuk terjadinya hak gadai adalah
perjanjian pinjam uang dengan janji sanggup memberikan benda bergerak sebagai
jaminannya. Perjanjian ini bersifat konsensuil dan obligator.
2) Tahap Kedua
Penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gagal.
Benda yang disajikan objek gadai adalah bendak bergerak, maka benda itu harus
dilepaskan dari kekuasaan debitur atau pemberi gadai. Penyerahan itu harus
nyata, tidak boleh hanya berdasarkan pernyataan dari debitur, sedangkan benda
itu berada dalam kekuasaannya debitur.
d.
Sifat dan Tujuan Usaha
Pegadaian
Sifat dari lembaga pegadaian adalah menyediakan pelayanan
bagi kemanfaaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasar atas prinsip
pengelolaan perusahaan.
Sejalan dengan sifatnya tersebut, tujuan pokok dari
lembaga pegadaian adalah :
1.
Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan
kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional
pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai.
2.
Pencegahan praktik ijon, pegadaian
gelap, riba, dan pinjaman tidak wajar lainnya.
e.
Kegiatan Usaha Pegadaian
Pada dasarnya, lembaga pegadaian dapat menerima semu
jenis barang bergerak sebagai agunan kredit. Tetapi atas alasan dan
pertimbangan tertentu lembaga pegadaian dapat saja menolak suatu barang
bergerak, misalnya :
1.
Barang milik pemerintah
2.
Barang yang cepat rusak karena
proses kimia atau alami
3.
Kendaraan bernotor
4.
Barang yang mudah terbakar
5.
Binatang ternak, hasil bumi, atau
barang dagangan dalam jumlah besar
6.
Barang-barang karya seni yang
nilainya relatif sukar ditaksir.
3.
Fidusia
a.
Pengertian
Menurut UU Jaminan, fidusia adalah hak jaminan atas benda
bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada
dalam penguasaan, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
b.
Pengaturan
Undang-undang yang mengatur tentang lembaga fidusia ini
adalah Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
c.
Prinsip-prinsip Jaminan
Fidusia
Menurut Munir Fuady, jaminan fidusia mengandung beberapa
prinsip penting, yaitu :
1.
Bahwa secara riil, pemegang
fidusia hanya berfungi sebagai pemegang jaminan saja, bukan sebagai pemilik
yang sebenarnya.
2.
Hak pemegang fidusia untuk
mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada wanprestasi dari pihak debitur.
3.
Apabila utang sudah dilunasi, maka
objek jaminan fidusia harus dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia.
4.
Jika hasil penjualan (eksekusi)
barang fidusia melebihi jumlah utangnya, maka sisa hasil penjualan harus
dikembalikan kepada pemberi fidusia.
d.
Syarat-syarat Sahnya Peralihan
dan Pemberian Hak dalam Fidusia
1.
Terdapat perjanjian yang
zakelijik.
2.
Adanya titel untuk peralihan hak.
3.
Adanya kewenangan untuk menguasai
benda dari orang yang menyerahkan benda.
4.
Cara tertentu untuk penyerahan,
yakni dengan cara “Consticutum
Possessorium” yang mengandung arti bahwa penyerahan kepemilikan benda tanpa
menyerahkan fisik benda sama sekali.
e.
Akta dan Objek Jaminan Fidusia
Bahwa akta jaminan fidusia haruslah memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1)
Harus berupa akta notaris
2)
Harus dibuat dalam bahasa
Indonesia
3)
Harus berisi sekurang-kurangnya
hal-hal sebagai berikut :
a.
Identitas pemberi dan penerima
fidusia
b.
Mencantumkan hari, tanggal, dan
jam pembuatan akta fidusia
c.
Data jaminan pokok yang dijamin
dengan fidusia
d.
Uraian mengenai benda yang menjadi
objek jaminan fidusia
e.
Nilai penjaminannya
f.
Nilai benda yang menjadi objek
jaminan fidusia.
Adapun benda-benda yang dapat dijadikan objek jaminan
fidusia adalah sebagai berikut :
1.
Benda tersebut harus dapat
dimiliki dan dialihkan secara hukum.
2.
Dapat atas benda berwujud.
3.
Dapat atas benda tak berwujud,
termasuk piutang.
4.
Benda bergerak.
5.
Benda tidak bergerak yang tidak
diikat dengan hak tanggungan.
6.
Benda tidak bergerak yang tidak
dapat diikatkan dengan hipotek.
7.
Baik atas benda yang sudah ada
maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian.
8.
Dapat atas satu satuan atau jenis
benda.
9.
Dapat juga atas lebih dari satu
jenis atau satuan benda.
10. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia.
11. Termasuk juga klaim asuraransi dari benda yang menjadi objek jaminan
fidusia.
12. Benda persediaan dapat juga menjadi objek jaminan fidusia.
f.
Hapusnya Jaminan Fidusia
Dalam hal ini dapat dikemukakan bahwa jaminan fidusia
dapat hapus karena beberapa alasan, yaitu :
1) Hapusnya Utang yang Dijamin
oleh Jaminan Fidusia
Bahwa hapusnya jaminan fidusia karena hapusnya atau
lunasnya utang yang dijamin dengan jaminan fidusia adalah konsekuensi logis dan
yuridis dari karakter perjanjian.
2) Pelepasan Hak Atas Jaminan
Fidusia oleh Penerima Fidusia
Sebagai pihak yang memiliki hak atas fidusia bebas untuk
mempertahankan atau melepaskan haknya tersebut, karena itu pelepasan hak atas
jaminan fidusia adalah hal yang wajar.
3) Musnahnya Benda yang Menjadi
Jaminan Fidusia
Musnahnya benda yang menjadi jaminan fidusia adalah juga
kejadian yang dapat menghapuskan jaminan fidusia.
g.
Eksekusi Fidusia
Dalam
eksekusi fidusia dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :
1.
Secara fiat eksekusi (dengan memakai titel eksekutorial), yaitu melalui
penetapan pengadilan.
2.
Secara parate eksekusi, yaitu dengan menjual benda yang dijadikan objek
jaminan fidusia di depan pelanggan umum tanpa memerlukan penetapan pengadilan.
3.
Dijual di bawah tangan oleh pihak
kreditur sendiri.
KABAR BAIK!!!
ReplyDeleteNama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.
Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan
Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com
Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.
Sepatah kata cukup untuk orang bijak.