ASURANSI
Pengertian Asuransi
Menurut
ketentuan Pasal 246 Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang) yang dimaksud
dengan asuransi atau pertanggungan adalah
suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung, dengan menerima uang premi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang
tidak tentu.
Menurut
ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No.2 tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian, Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri pada kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan .
Berdasarkan pengertian diatas
terdapat unsur yuridis dari suatu asuransi :
1.
Adanya
pihak tertanggung (pihak yang kepentingannya diasuransikan)
2.
Pihak
penanggung (pihak perusahaan asuransi yang menjamin akan membayar ganti rugi)
3.
Perjanjian
asuransi (antara penangugung dan tertanggung)
4.
Adanya
pembayaran premi (oleh tertanggung kepada penanggung)
5.
Adanya
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan
yang diderita oleh tertanggung)
6.
Adanya
suatu peristiswa yang tidak pasti terjadi
Pengaturan Asuransi
Asuransi atau pertanggungan di
Indonesia diatur dalam KUH Dagang dan Undang-undang No.2 tahun 1992 tentang
usaha perasuransian yang berlaku efektif sejak tanggal 11 februari 1992.
Prinsip-Prinsip dalam Asuransi atau Pertanggungan
Berdasarkan KUH Dagang, berikut prinsip-prinsip dalam
asuransi atau pertanggungan :
1.
Prinsip
Kepentingan yang Dapat Diasuransikan atau Dipertanggungjawabkan (Insurable Interest)
Prinsip ini terkandung dalam Pasal 250 KUH Dagang
yang pada intinya yaitu menentukan agar suatu perjanjian asuransi dapat
dilaksanankan, maka obyek yang diasuransikan haruslah merupakan suatu kepentingan
yang dapat diasuransikan, yakni kepentingan yang dapat dinilai dengan uang,
dengan kata lain seseorang boleh mengasuransikan barang –barng apabila yang
bersangkutan mempunyai kepentingan atas barang
yang dipertanggung jawabkan.
2.
Prinsip
Keterbukaan (Utmost Good Faith)
Prinsip ini terkandung dalam Pasal 261 KUH Dagang
yang menyatakan bahwa penutupan asuransi
baru sah apabila penutupannya
didasari itikad baik.
3.
Prinsip
Indemnity
Prinsip ini terkandung dalam Pasal 252 dan Pasal 253
KUH Dagang. Menurut prinsip Indemnity yang menjadi dasar penggantian kerugian dari
penanggung kepada tertanggung adalah
sebesar kerugian yang sebenarnya diderita oleh tertanggung atau tidak
dibenarkan mencari keuntungan dari ganti
rugi asuransi. Dengan kata lain seimbang antara kerugian yang diderita dan
jumlah ganti ruginya.
4.
Prinsip
subrogasi untuk kepentingan penanggung
Prinsip ini terkandung dalam Pasal 284 KUH Dagang,
yang pada intinya menentukan bahwa apabila tertanggung sudah mendapatkan
penggantian atas dasar prinsip indemnity, maka si tertanggung tidak berhak lagi
menerima pergantian dari pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain yang
bertanggung jawab atas kerugian yang dideritannya. Penggantian dari pihak lain
harus diserahkan pada penangung yang
telah memberikan ganti rugi.
Bentuk dan Isi Perjanjian Asuransi atau Pertanggungan
Asuransi
merupakan perjanjian timbale balik, dimana kedua belah pihak masing-masing
mempunyai kewajban yang senilai, dimana pihak tertanggung mempunyai kewajiban
untuk membayar premi yang jumlahnya ditentukan oleh penanggung, dan pihak
penanggung mempunyai kewajiban untuk mengganti
kerugian yang diderita oleh tertanggung.
Menurut
pasal 255 KUH Dagang ditentukan bahwa semua asuransi harus dibentuk secara tertulis dengan suatu akta yang dinamakan
polis.
Polis merupakan
isi dari perjanjian asuransi. Dalam ketentuan pasal 256 KUH Dagang ditentukan
bahwa isi polis untuk asuransi pada umumnya kecuali jiwa harus memuat:
1.
Hari
pembentukan asuransi
2.
Nama
pihak yang selaku tertannggung menyetujui terbentuknya asuransi, yaitu atas
tanggungan sendiri atau tanggungan orang lain.
3.
Penyebutan
yang cukup terang dari hal atau objek
yang dijamin.
4.
Jumlah
uang, untuk diadakan jaminan (uang asuransi)
5.
Bahaya-bahaya
yang ditanggung si penanggung
6.
Mulai
dan akhir tenggang waktu dimana diadakan jaminan oleh penanggung
7.
Uang
premi yang harus dibayar tertanggung
8.
Semua
yang perlu diketahui penanggung serta janji-janji tertentu yang diadakan kedua
belah pihak.
2.1 Risiko dalam Asuransi atau Pertanggungan
Secara
umum arti risiko dalam pengertian hukum adalah beban kerugian yang diakibatkan
oleh suatu peristiwa diluar kesalahan. Dalam pengertian ini asuransi
menjadikan suatu ketidakpastian menjadi suatu kepastian, yaitu dalam hal
terjadinya kerugian, maka akan memperoleh anti rugi, dengan demikian dapat
dikatakan bahwa risiko (risk) dalam hukum
asuransi adalah suatu peristiwa yang terjadi diluar kehendak pihak tertanggung,
risiko yang merupakan objek jaminan asuransi. Berikut jenis-jenis risiko.
1.
Risiko
Murni
Peristiwa uang masih tidak pasti bahwa
suatu kerugian akan timbul, dimana jika kejadian tersebut terjadi maka
timbullah kerugian itu, sedangkan jika kerugian tidak terjadi maka keadaan
seperti sedia kala (tidak untung dan tidak rugi). Melihat dari objek tersebut,
maka risiko murni terdiri dari tiga
jenis, yaitu:
a.
Risiko perorangan merupakan risiko yang tertuju langsung kepada
orang yang bersangkutan. Misalnya: Fahmi di rawat dirumah sakit karena sakit
yang serius, sebab itu si Fahmi dilindungi oleh asuransi kesehatan.
b.
Risiko harta benda adalah risiko yang
tertuju kepada harta benda milik orang tersebut, yakni risiko atas kemungkinan
hilang atau rusaknya harta benda tersebut. Misalnya: Villy memiliki harta benda
mobil maka risikonya adalah kemungkinan
rusak, hilang, atau musnah, oleh sebab itu risiko tersebut dilindungi asuransi
kendaraan bermotor.
c.
Risiko tanggung jawab adalah risiko yang
mungkin akan timbul karena seseorang harus bertanggung jawab karena melakukan
suatu perbuatan yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain. Misalnya: Sasha
menabrak orang lain sehingga dia harus membayar kerusakan kendaraan yang ditabrak
dan biaya pengobatannya.
2. Risiko Spekulasi
Risiko spekulai merupakan kejadian yang akan terjadi
yang menimbulkan dua kemungkinan, dimana kemungkinan pertama adalah akan
memperoleh keuntungan, sedangkan yang kedua akan menderita kerugian.
3. Risiko Khusus
Risiko khusus adalah risiko yang
terbit dari tindakan individu dengan dampak hanya kepada orang tertentu saja.
Misalnya: risiko kebakaran pada mobil seseorang yang tidak menyebabkan
kebakaran pada mobil orang lain juga.
Berkaitan dengan risiko tersebut maka dalam
penanganannya dapat dilakukan dengan cara:
1.
Menghindari
risiko (avoidance)
2.
Mengurangi
risiko (reduction)
3.
Mempertahankan
risiko (retention)
4.
Membagi
risiko (risk sharing)
5.
Mengalihkan
risiko (risk transfer)
No comments:
Post a Comment