Akuntansi Badan Layanan Umum


Pengertian
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.
Adapun alasan mengapa BLU diperlukan adalah:
  • Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
  • Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis yang sehat;
  • Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.
Karakteristik
  1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah (bukan kekayaan negara yang dipisahkan);
  2. Menghasilkan barang/jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada publik;
  3. Tidak bertujuan mencari keuntungan;
  4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisien dan produktivitas ala korporasi;
  5. Rencana kerja/anggaran dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada instansi induk;
  6. Pendapatan dan sumbangan dapat digunakan langsung;
  7. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan non-PNS;
  8. Bukan sebagai subjek pajak.
Pola Pengelolaan Keuangan BLU
Pola pengelolaan keuangan pada BLU merupakan pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Yang dimaksud dengan praktik bisnis yang sehat adalah proses penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
Instansi pemerintah yang melakukan pembinaan terhadap pola pengelolaan keuangan BLU adalah Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Ditjen Perbendaharaan.
Persyaratan
Persyaratan Substantif
  1. Menyelenggarakan tugas pokok dan fungsiyang berhubungan dengan:
    1. Penyediaan barang atau jasa layanan umum, seperti pelayanan di bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan pengembangan (litbang);
    2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum seperti otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet); atau
    3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi atau pelayanan kepada masyarakat, seperti pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah.
  2. Bidang layanan umum yang diselenggarakan bersifat operasional yang menghasilkan semi barang/jasa publik (quasi public goods)
  3. Dalam kegiatannya tidak mengutamakan keuntungan.
Persyaratan Teknis
  1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
  2. Kinerja keuangan satker instansi yang bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan Administratif
  1. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat.
    Pernyataan tersebut disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam lampiran
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007 dan bermaterai, ditandatangani oleh pimpinan satker Instansi Pemerintah yang mengajukan usulan untuk menerapkan PPK-BLU dan disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga terkait.
  2. Pola tata kelola.
    Merupakan peraturan internal
    satuan kerjaInstansi Pemerintah yang menetapkan:
  1. organisasi dan tata laksana, yang memuat antara lain struktur organisasi, prosedur kerja, pengelompokan fungsi yang logis, ketersediaan dan pengembangan sumber daya manusia;
  2. akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada satuan kerja Instansi Pemerintah bersangkutan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik, meliputi akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan;
  3. transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan ketersediaan informasi kepada publik.
  • Rencana strategisbisnis, mencakup:
    1. visi, yaitu suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan;
    2. misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik;
    3. program strategis, yaitu program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul; dan
    4. kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian kinerja;
    5. indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan, administrasi, dan SDM;
    6. pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang dilakukan dengan menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat tercapai dengan disertai analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tercapainya kinerja tahun berjalan.
  • Laporan keuanganpokok, terdiri atas:
  1. Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker. Jenis kegiatan merupakan pelayanan yang diberikan oleh satker baik pelayanan ke dalam (satker itu sendiri) maupun pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan tugas dan fungsi dari satker yang bersangkutan.
  2. Rencana Pencapaian SPM. Satuan kerja menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada.
  3. Indikator pelayanan. SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM.
  4. Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan menteri/pimpinan lembaga.
  • Laporan audit terakhir, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan kerja instansi pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU. Dalam hal satuan kerja instansi pemerintah tersebut belum pernah diaudit, satuan kerja instansi pemerintah dimaksud harus membuat pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen yang disusun dengan mengacu pada formulir yang telah ditetapkan.
Tata Kelola
Kelembagaan
Pengelolaan Keuangan BLU dapat diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi dimaksud dapat berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon pada kementerian/lembaga. Sehubungan dengan itu, apabila instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU memerlukan perubahan status ataupun struktur kelembagaan, maka perubahan tersebut berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
Pejabat Pengelola
BLU dikelola oleh Pejabat Pengelola BLU yang terdiri atas:
  1. Pemimpin BLU
    Pemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban:
  1. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
  2. menyiapkan RBA tahunan;
  3. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
  4. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU.
  • Pejabat Keuangan BLU
    Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang berkewajiban :
  1. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
  2. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
  3. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
  4. menyelenggarakan pengelolaan kas;
  5. melakukan pengelolaan utang-piutang;
  6. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
  7. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
  8. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
  • Pejabat Teknis BLU
    Pejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing yang berkewajiban:

  1. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
  2. melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
  3. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.
Kepegawaian
Pejabat pengelola dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan/atau tenaga profesional non-PNS sesuai dengan kebutuhan BLU. Syarat pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari PNS dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PNS. Pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari tenaga profesional non-PNS dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan kontrak.
Dewan Pengawas
Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan.
Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat dari kementerian negara/lembaga teknis yang bersangkutan, Kementerian Keuangan, dan tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLU.
Remunerasi
Kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum (BLU) diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan. Remunerasi dapat juga diberikan kepada Sekretaris Dewan Pengawas.
Besaran gaji Pemimpin BLU ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
  1. Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola BLU serta tingkat pelayanan;
  2. Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis;
  3. Kepatutan, yaitu menyesuaikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan;
  4. Kinerja operasional BLU yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sekurang-kurangnya mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat bagi masyarakat.
Gaji Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari gaji Pemimpin BLU.
Honorarium Dewan Pengawas ditetapkan sebagai berikut :
  1. Honorarium Ketua Dewan Pengawas sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji Pemimpin BLU.
  2. Honorarium anggota Dewan Pengawas sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari gaji Pemimpin BLU.
  3. Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji Pemimpin BLU.
Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Sekretaris Dewan Pengawas yang diberhentikan sementara dari jabatannya memperoleh penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen) dari gaji/honorarium bulan terakhir yang berlaku sejak tanggal diberhentikan sampai dengan ditetapkannya keputusan difinitif tentang jabatan yang bersangkutan.
BLU dapat memberikan tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon dan/atau pensiun kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU, dengan memperhatikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan.
Pada setiap akhir masa jabatannya, Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Sekretaris Dewan Pengawas dapat diberikan pesangon berupa santunan purna jabatan dengan pengikutsertaan dalam program asuransi atau tabungan pensiun yang beban premi/iuran tahunannya ditanggung oleh BLU yang besarannya ditetapkan paling banyak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari gaji/honorarium dalam satu tahun.
Besaran remunerasi untuk Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU pada masing-masing BLU diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Penilaian dan Penetapan
Penilaian
Menteri/pimpinan lembaga mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PK-BLU kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan tersebut dan apabila telah memenuhi semua persyaratan di atas, maka Menteri Keuangan menetapkan instansi pemerintah bersangkutan untuk menerapkan PK-BLU berupa pemberian status BLU secara penuh atau bertahap.
Dalam rangka penilaian usulan PK-BLU, Menteri Keuangan dapat membentuk Tim Penilai yang terdiri dari unsur di lingkungan Kementerian Keuangan yang terkait dengan kegiatan satker BLU yang diusulkan, antara lain Ditjen Perbendaharaan, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, dan Ditjen Anggaran. Tim Penilai tersebut dapat menggunakan narasumber yang berasal dari lingkungan pemerintahan maupun masyarakat.
Tugas Tim Penilai
Tugas dari Tim Penilai adalah:
  1. Merumuskan kriteria yang akan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penilaian.
  2. Melakukan identifikasi dan klarifikasi terhadap usulan penerapan PK-BLU;
  3. Melakukan koordinasi dengan unit/instansi terkait.
  4. Melakukan penilaian atas usulan penerapan PK-BLU yang disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga.
  5. Menyampaikan rekomendasi hasil penilaian atas usulan penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah untuk menerapkan PK-BLU kepada Menteri Keuangan.
  6. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan penilaian usulan penetapan instansi PK-BLU.
Tim Penilai dalam melaksanakan prosedur penilaian sesuai dengan prosedur operasi standar Penilaian dan Penetapan BLU.
Penetapan
Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat tiga bulan sejak dokumen persyaratan diterima secara lengkap dari menteri/pimpinan lembaga.
Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai, usulan penetapan BLU dapat ditolak atau ditetapkan dengan status BLU penuh maupun BLU bertahap.
  1. Status BLU Penuh
    Status BLU penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis dan administratif telah dipenuhi dengan memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian.
    Satkeryang berstatus BLU Penuh diberikan seluruh fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU, yaitu:
    1. Pengelolaan Pendapatan
    2. Pengelolaan Belanja
    3. Pengadaan Barang/Jasa
    4. Pengelolaan Barang
    5. Pengelolaan Kas
    6. Pengelolaan Utang dan Piutang
    7. Pengelolaan Investasi
    8. Perumusan Kebijakan, Sistem, dan Prosedur Pengelolaan Keuangan.
  2. Status BLU Bertahap
    Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif, teknis, dan administratif telah terpenuhi, namun persyaratan administratif kurang memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian. Status BLU Bertahap berlaku paling lama tiga tahun dan apabila persyaratan terpenuhi secara memuaskan dapat diusulkan untuk menjadi BLU Penuh.
Fleksibilitas yang diberikan kepada satker berstatus BLU bertahap dibatasi:
  1. Penggunaan langsung pendapatan dibatasi jumlahnya, sisanya harus disetorkan ke kas negara sesuai prosedur PNBP.
  2. Tidak diperbolehkan mengelola investasi;
  3. Tidak diperbolehkan mengelola utang;
  4. Pengadaan barang/jasa mengikuti ketentuan umum pengadaan barang/jasa pemerintah yang berlaku.
  5. Tidak diterapkan flexible budget.
Perubahan dan Pencabutan Status
Perubahan status dari BLU Penuh menjadi BLU Bertahap atau sebaliknya, dapat terjadi apabila BLU yang bersangkutan mengalami penurunan atau peningkatan kinerja. Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Pembinaan PK-BLU setiap periode melakukan pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU. Hasil dari pembinaan, monitoring, dan evaluasi tersebut menjadi masukan dalam perubahan status BLU.
Pencabutan status BLU menjadi satker biasa apabila:
  1. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi atau masukan dari tim pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU ;
  2. Dicabut oleh Menteri Keuangan atas usulan menteri teknis/pimpinan lembaga;
  3. Berubah status menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Apabila menteri/pimpinan lembaga teknis mengajukan usulan pencabutan BLU, Menteri Keuangan membuat penetapan pencabutan penerapan PK-BLU paling lambat tiga bulan sejak tanggal usulan tersebut diterima. Jika melebihi jangka waktu tersebut, usulan pencabutan dianggap ditolak. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PK-BLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PK-BLU.
Tarif dan Biaya Satuan
Tarif
Satker berstatus BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana yang dapat bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan. Tarif layanan tersebut dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan BLU yang bersangkutan. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang tidak terlalu banyak, maka cukup memiliki tarif berupa angka mutlak ataupun kisaran tarif. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang banyak dan bersifat kompleks, seperti rumah sakit, maka tarifnya berupa pola tarif untuk kelompok layanan.
Tarif layanan diusulkan oleh BLU bersangkutan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga, kemudian Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan tarif tersebut kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan. Dalam penetapan tarif dimaksud, Menteri Keuangan dibantu oleh suatu tim dan dapat menggunakan narasumber yang berasal dari sektor terkait.
Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif adalah sebagai berikut:
  1. Kontinuitas dan pengembangan layanan;
  2. Daya beli masyarakat;
  3. Asas keadilan dan kepatutan;
  4. Kompetisi yang sehat.
Biaya Satuan
Dalam penyusunan tarif dan biaya layanan, terlebih dahulu ditentukan biaya satuan per unit output dari layanan atau kegiatan BLU. Biaya satuan dibuat berdasarkan perhitungan akuntansi biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan.
Dalam rangka penyusunan biaya satuan per unit layanan, maka perlu diperhitungkan biaya-biaya yang timbul, yaitu:
  1. Biaya langsung; adalah biaya-biaya yang secara khusus dapat ditelusuri atau diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk. Total biaya langsung ini dalam beberapa literatur juga sering disebut dengan istilah biaya utama (prime cost).
  2. Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang tidak dapat diidentifikasi secara khusus terhadap suatu produk dan dibebankan kepada seluruh jenis produk secara bersamaan. Biaya tidak langsung ini sering disebut juga dengan istilah biaya overhead (overhead cost).
  3. Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara total seiring dengan berubahnya volume produk yang dibuat. Sehingga hubungan antara total biaya variabel dengan total unit barang yang diperoduksi adalah linier (garis lurus). Sedangkan biaya per unit-nya adalah tetap. Contoh: Biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
  4. Biaya tetap (fixed cost), seperti biaya penyusutan dan biaya sewa akan selalu tetap (constant) dalam suatu rentang waktu/periode tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya tetap akan selalu konstan pada semua tingkat produksi (volume), sedangkan biaya tetap per unit akan menurun seiring dengan meningkatnya volume produksi.
Langkah-langkah perhitungan biaya satuan adalah sebagai berikut:
  1. Menentukan kegiatan berdasarkan program yang telah ditetapkan;
  2. Menentukan indikator kinerja berupa keluaran (output), tolok ukur kinerja, dan target kinerja;
  3. Untuk satu jenis keluaran, tentukan jenis biaya dan besaran biaya per unit output. Jenis biaya dapat berupa: biaya langsung variabel, biaya langsung tetap, biaya tidak langsung variabel, dan biaya tidak langsung tetap.
  4. Menghitung biaya per jenis kegiatan dengan mengalikan rincian biaya dengan satuan biaya.
  5. Menjumlahkan seluruh komponen biaya untuk mendapatkan satuan biaya per kegiatan.
Perencanaan dan Penganggaran
Rencana Strategis Bisnis
BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Rencana strategis bisnis merupakan istilah yang pengertiannya sama dengan Renstra bagi instansi pemerintah. Oleh karena itu penyusunan rencana strategis bisnis berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Sesuai dengan Inpres tersebut, rencana strategis mengandung visi, misi, tujuan/sasaran, dan program yang realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.
Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran
Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU memuat antara lain:
  1. Kondisi kinerja BLU tahun berjalan;
  2. Asumsi makro dan mikro;
  3. Target kinerja (output yang terukur);
  4. Analisis dan perkiraan biaya per output dan agregat;
  5. Perkiraan harga dan anggaran;
  6. Prognosa laporan keuangan.
Perencanaan dan penganggaran BLU pada prinsipnya tidak berbeda dengan perencanaan dan penganggaran pada kementerian/lembaga.
Pengintegrasian Rencana Bisnis dan Anggaran dalam RKA-K/L
RKA-K/L sebagai dokumen usulan anggaran (budget request) memuat sasaran terukur yang penyusunannya dilakukan secara berjenjang dari tingkat kantor/satuan kerja ke tingkat yang lebih tinggi (bottom-up) untuk melaksanakan penugasan dari menteri/pimpinan lembaga (top down). Dengan demikian dalam menyusun suatu Rencana Kerja dan Anggaran BLU harus menerapkan anggaran berbasis kinerja.
BLU sebagai satuan kerja merupakan bagian dari kementerian negara/lembaga. Oleh karena itu pengintegrasian RBA BLU ke dalam RKA-K/L dilakukan oleh kementerian negara/lembaga bersangkutan. Tata cara pengintegrasian RBA kedalam RKA-K/L berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Pelaksanaan Anggaran
Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Setelah RKA-KL dan Undang-undang APBN disahkan, pimpinan BLU menyesuaikan usulan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) menjadi RBA Definitif. RBA definitif digunakan sebagai acuan dalam menyusun DIPA BLU untuk diajukan dan mendapat pengesahan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
DIPA BLU sekurang-kurangnya memuat:
  1. seluruh pendapatan dan belanja BLU;
  2. proyeksi arus kas;
  3. jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan;
  4. rencana penarikan dana yang bersumber dari APBN;
  5. besaran persentase ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam RBA definitif.
Dalam hal DIPA BLU belum disahkan oleh Menteri Keuangan, BLU dapat melakukan pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun lalu.
DIPA BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjadi lampiran dari contractual performance agreement yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembaga dengan pimpinan BLU yang bersangkutan dan sekaligus menjadi dasar penarikan dana.
Pengelolaan PNBP
Pengelolaan PNBP pada BLU mengikuti pedoman sebagai berikut.
  1. Penggunaan PNBP
    1. Pada BLU Penuh
      Satuan kerja berstatus BLU Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari pendapatan operasional dan nonopersaional, di luar dana yang yang bersumber dari APBN, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara. Apabila PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam RBA tetapi masih dalam ambang batas fleksibilitas, kelebihan tersebut dapat digunakan langsung mendahului pengesahan revisi DIPA. Terhadap kelebihan PNBP yang melampaui ambang batas fleksibilitas, dapat digunakan dalam tahun berjalan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perbendaharaan atau menjadi saldo awal tahun berikutnya.
    2. Pada BLU Bertahap
      Satker berstatus BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar persentase yang telah ditetapkan. Sedangkan PNBP yang dapat digunakan langsung adalah sebesar persentase yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan satker yang menerapkan PK-BLU yang bersangkutan.
      Satker berstatus BLU Bertahap menyetor penerimaan PNBP yang tidak digunakan langsung ke
      Rekening Kas Negara secepatnya. PNBP yang telah disetor dapat dipergunakan kembali sebesar selisih antara PNBP yang dapat digunakan dengan PNBP yang telah digunakan langsung.
  2. Pertanggungjawaban Pengunaan PNBP oleh BLU
    Satker BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung dengan menyampaikan
    SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambat-lambatnya tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh pimpinan BLU. Berdasarkan SPM pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai pengesahan penggunaan dana PNBP.
    Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang digunakan langsung oleh satker yang berstatus BLU Bertahap menggunakan mekanisme pertanggungjawaban PNBP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan yang berlaku (mengakomodasi perubahan
    Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005).
Revisi Anggaran
DIPA BLU ataupun RBA Definitif apabila diperlukan dapat direvisi. Perubahan/revisi terhadap DIPA BLU atau RBA Definitif dapat dilakukan jika:
  1. Terdapat perubahan/pergeseran program atau kegiatan BLU;
  2. Terdapat penambahan atau pengurangan pagu anggaran yang berasal dari APBN;
  3. Belanja BLU melampaui ambang batas fleksibilitas;
  4. Belanja BLU sampai dengan ambang batas fleksibilitas.
Tata cara perubahan/revisi yang berhubungan dengan penganggaran dan perubahan program dan/atau kegiatan BLU berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 atau Peraturan Menteri Keuangan (Nomor ?) tentang Mekanisme Revisi DIPA Kementerian Negara/Lembaga dan RBA serta pelaksanaan anggaran BLU.
Perubahan/revisi sebagaimana dimaksud pada angka 4 dapat dilakukan setelah belanja dilaksanakan. Perubahan tersebut dapat dilaksanakan sebelum akhir tahun anggaran dalam bentuk pengesahan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Surplus dan Defisit BLU
Surplus anggaran BLU adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran. Estimasi surplus dalam tahun anggaran berjalan diperhitungkan dalam RBA tahun anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya.
Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri Keuangan, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke rekening kas umum negara dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.
Defisit anggaran BLU adalah selisih kurang antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran.
Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya kepada Menteri Keuangan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri Keuangan dapat mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN tahun anggaran berikutnya.
Pengelolaan Keuangan dan Barang
Pengelolaan Kas
Pengelolaan kas BLU dilakukan berdasarkan praktek bisnis yang sehat. Dalam melaksanakan pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut :
  1. Perencanaan penerimaan dan pengeluaran kas;
  2. Pemungutan pendapatan atau tagihan;
  3. Penyimpanan kas dan mengelola rekening bank;
  4. Pembayaran;
  5. Perolehan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan
  6. Pemanfaatan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.
Pengelolaan kas BLU dapat dilakukan melalui:
  1. Penarikan dana yang bersumber dari APBN dengan menerbitkan SPM;
  2. Pembukaan Rekening Bank BLU oleh pimpinan BLU, sesuai dengan ketentuan yang berlaku kecuali dalam rangka cash management;
  3. Investasi jangka pendek dalam rangka cash management (jika terjadi surplus kas) pada instrumen keuangan dengan resiko rendah.
Pengelolaan Piutang
Dalam pengelolaan keuangan, BLU dapat memberikan piutang terkait dengan kegiatannya, yang dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat berwenang, yang nilainya ditetapkan secara berjenjang. Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan Utang
Dalam kegiatan operasional dengan pihak lain, BLU dapat memiliki utang yang dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat. Pembayaran utang BLU pada prinsipnya menjadi tanggung jawab BLU.
Pengelolaan utang harus sesuai dengan peruntukannya, utang jangka pendek ditujukan hanya untuk belanja operasional, sedangkan utang jangka panjang hanya untuk belanja modal.
Hak tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh UU.
Perikatan peminjaman/utang dilakukan sesuai dengan jenjang kewenangan yang diatur oleh Menteri Keuangan.
Pengelolaan Investasi
BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri Keuangan. Investasi jangka panjang yang dimaksud antara lain adalah penyertaan modal, pemilikan obligasi untuk masa jangka panjang, atau investasi langsung (pendirian perusahaan). Jika BLU mendirikan/membeli badan usaha yang berbadan hukum, kepemilikan badan usaha tersebut ada pada Menteri Keuangan. Keuntungan yang diperoleh dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU.
Pengelolaan Barang
Pengadaan barang dan jasa pada BLU secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.02/2006, antara lain sebagai berikut:
  1. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada BLU harus dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.
  2. BLU Penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah (Keppres 80/2003) bila terdapat alasan efektivitas dan/atau efisiensi. Fleksibilitas sebagaimana dimaksud diberikan terhadap pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal dari:
    1. jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat;
    2. hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain; dan/atau
    3. hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya.
Pengadaan barang/jasa tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU dengan mengikuti prinsip-prinsip transparansi, adil/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktek bisnis yang sehat.
  1. Untuk pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal dari hibah terikat dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan pengadaan dari pemberi hibah, atau mengikuti ketentuan pengadaan barang/jasa yang berlaku bagi BLU sepanjang disetujui oleh pemberi hibah.
  2. Dalam penetapan penyedia barang/jasa, Panitia Pengadaan terlebih dahulu harus memperoleh persetujuan tertulis dari :
    1. Pemimpin BLU untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau
    2. Pejabat lain yang ditunjuk oleh Pemimpin BLU untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
  3. Penunjukan pejabat lain sebagaimana dimaksud pada huruf d 2) dengan melibatkan semua unsur Pejabat Pengelola BLU dan harus memperhatikan prinsip-prinsip:
    1. objektivitas, yaitu penunjukan yang didasarkan pada aspek integritas moral, kecakapan pengetahuan mengenai proses dan prosedur pengadaan barang/jasa, tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa;
    2. independensi, yaitu menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan dengan pihak terkait dalam melaksanakan penunjukan pejabat lain, langsung maupun tidak langsung; dan
    3. saling uji (cross check), yaitu berusaha memperoleh informasi dari sumber yang berkompeten, dapat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mendapatkan keyakinan yang memadai dalam melaksanakan penunjukan pejabat lain.
Pengelolaan aset BLU
  1. Barang inventaris BLU dapat dihapuskan dan/atau dialihkan kepada pihak lain dengan cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan, berdasarkan pertimbangan ekonomis dan dilaporkan secara berkala kepada menteri/pimpinan lembaga;
  2. BLU tidak dapat mengalihkan dan/atau menghapus aset tetap, kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  3. Penerimaan hasil penjualan barang inventaris/aset tetap merupakan pendapatan BLU;
  4. Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas pokok dan fungsi BLU harus mendapat persetujuan pejabat Pengelola Barang (Menteri Keuangan) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  5. Tanah dan bangunan disertifikatkan atas nama kementerian/lembaga terkait;
  6. Tanah dan bangunan yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi BLU, dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan lembaga terkait dengan persetujuan Menteri Keuangan.
Kerjasama Operasional
Dengan pertimbangan bahwa barang modal membutuhkan dana yang besar, sedangkan kemampuan BLU yang terbatas dan alokasi dana APBN tidak dapat diperoleh segera, sementara kebutuhan tidak dapat ditunda lagi, maka cara yang paling memungkinkan adalah dengan melakukan kerja sama operasional (KSO) dengan pihak lain berdasarkan pertimbangan efisiensi dan ekonomi. KSO dapat dilakukan antara lain dengan cara:
  1. Buy-Build-Operate (BBO) adalah suatu fasilitas publik yang ada dipindahtangankan ke pihak swasta untuk dilakukan renovasi dan dioperasikan selama suatu periode tertentu atau sampai biaya renovasi tertutup dengan suatu tingkat keuntungan tertentu, tetapi kepemilikan berada di tangan pihak swasta. Bentuk kerja sama mengijinkan pihak pemerintah untuk mengawasi terhadap keamanan, dampak lingkungan, harga, serta mutu layanan kepada masyarakat.
  2. Built-Transfer-Operate (BTO) suatu praktek kerja sama di mana pihak swasta mendanai dan membangun fasilitas dan selanjutnya memindahtangankan kepada instansi pemerintah pada saat selesai pembangunannya. Selanjutnya pihak swasta mengoperasikannya untuk suatu periode waktu tertentu sesuai dengan perjanjian.
  3. Built-Operate-Transfer (BOT) adalah praktek kerja sama di mana pihak swasta mendanai, membangun, memiliki, dan mengoperasikan suatu fasilitas untuk suatu periode waktu tertentu atau sampai kembalinya dana investasi dengan tingkat keuntungan tertentu. Setelah itu barulah fasilitas ini diserahkan kepada instansi pemerintah.
  4. Build-Own-Operate (BOO), dalam hal ini pihak swasta mendanai, membangun, dan mengoperasikan suatu fasilitas, dengan memperoleh insentif untuk melakukan investasi lebih lanjut namun pihak pemerintah mengatur harga dan kualitas layanan. Model ini banyak dipakai untuk menyediakan fasilitas baru yang dapat diantisipasi bawa permintaan pasar akan selalu ada.
Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Akuntansi
BLU menyelenggarakan akuntansi sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntan Indonesia, jika tidak ada standar akuntansi BLU yang bersangkutan dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga.


Pelaporan
BLU menyampaikan laporan keuangan setiap triwulan kepada menteri/pimpinan lembaga berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan dan Laporan keuangan yang lengkap (termasuk neraca dan ikhtisar laporan keuangan) pada setiap semester dan tahunan. Laporan-laporan tersebut disampaikan paling lambat satu bulan setelah periode pelaporan berakhir. Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan dikonsolidasikan oleh BLU dan menjadi lampiran laporan keuangan BLU.
Laporan keuangan BLU dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian/lembaga sesuai standar akuntansi pemerintahan dan diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban
Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian sasaran program berupa hasil (political accountability), sedangkan pimpinan BLU bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan berupa keluaran (operational accountability) dan terhadap kinerja BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan dalam RBA.
Pembinaan, Pengawasan dan Pemeriksaan
Pembinaan
Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga, sedangkan pembinaan di bidang keuangan dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Pengawasan
Dalam rangka pelaksanaan pembinaan BLU dapat dibentuk dewan pengawas. Pembentukan dewan pengawas hanya berlaku pada BLU yang memiliki realisasi nilai omzet tahunan (menurut laporan realisasi anggaran) atau nilai aset (menurut neraca) memenuhi syarat minimum yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan..
Pemeriksaan
Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh satuan pemeriksaan intern (SPI) yang merupakan unit kerja dan berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLU, sedangkan pemeriksaan ekstern dilaksanakan oleh lembaga pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BLU Daerah
BLU Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan prinsip usaha seperti BLU Pusat, yaitu tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa

Share:

No comments:

Post a Comment

Keep Traveling

Total Pageviews

Popular

Blog Archive

Recent Posts