REKSA DANA
Reksadana
Reksadana adalah wadah dan pola pengelolaan dana/modal bagi
sekumpulan investor untuk berinvestasi dalam instrumen-instrumen investasi yang
tersedia di Pasar dengan cara membeli unit penyertaan reksadana. Dana ini
kemudian dikelola oleh manajer Investasi (MI)
ke dalam portofolio investasi, baik
berupa saham, obligasi, pasar uang ataupun efek/sekuriti lainnya.
Menurut Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun
1995 pasal 1, ayat (27): “Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat Pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam
portofolio Efek oleh Manajer Investasi.”
Dari kedua definisi di atas, terdapat tiga unsur penting dalam
pengertian Reksadana yaitu;
1. Adanya kumpulan
dana masyarakat, baik individu maupun institusi
2. Investasi bersama
dalam bentuk suatu portofolio efek yang telah terdiversifikasi; dan
3. Manajer Investasi
dipercaya sebagai pengelola dana milik masyarakat investor.
Pada reksadana manajemen investasi mengelola dana-dana yang ditempatkannya pada surat
berharga dan merealisasikan keuntungan ataupun kerugian dan menerima
dividen atau bunga yang dibukukannya ke dalam
"Nilai Aktiva Bersih" (NAB) reksadana tersebut.
Kekayaan reksadana yang dikelola oleh manajer
investasi tersebut wajib untuk disimpan pada bank kustodianyang tidak terafiliasi dengan manajer investasi,
dimana bank kustodian inilah yang akan bertindak sebagai tempat penitipan
kolektif dan administratur.
1. Bentuk Hukum
Reksadana
Berdasarkan Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995
pasal 18, ayat (1), bentuk hukum Reksadana di Indonesia ada dua, yakni
Reksadana berbentuk Perseroan Terbatas (PT. Reksa Dana) dan Reksadana berbentuk
Kontrak Investasi Kolektif (KIK).
a. Reksa Dana
berbentuk Perseroan (PT. Reksa Dana)
Suatu perusahaan (perseroan terbatas), yang dari sisi bentuk
hukum tidak berbeda dengan perusahaan lainnya. Perbedaan terletak pada jenis
usaha, yaitu jenis usaha pengelolaan portofolio investasi.
b. Kontrak Investasi
Kolektif
Kontrak yang dibuat antara Manajer Investasi dan Bank
Kustodian yang juga mengikat pemegang Unit Penyertaan sebagai Investor. Melalui
kontrak ini Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio efek
dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan dan
administrasi investasi.
2. Karakteristik
Reksadana
Berdasarkan
karakteristiknya maka reksadana dapat digolongkan sebagai berikut;
a.
Reksadana Terbuka adalah reksadana
yang dapat dijual kembali kepada Perusahaan Manajemen Investasi yang
menerbitkannya tanpa melalui mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Harga
jualnya biasanya sama dengan Nilai Aktiva Bersihnya. Sebagian besar reksadana yang ada saat ini adalah
merupakan reksadana terbuka.
b.
Reksadana Tertutup adalah reksadana
yang tidak dapat dijual kembali kepada perusahaan manajemen investasi yang
menerbitkannya. Unit penyertaan reksadana tertutup hanya dapat dijual kembali
kepada investor lain melalui mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Harga jualnya
bisa diatas atau dibawah Nilai Aktiva Bersihnya.
3.
Jenis-Jenis
Reksadana
a.
Reksadana
Pendapatan Tetap adalah eksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya
80% dari dana yang dikelola (aktivanya) dalam bentuk efek bersifat utang.
b. Reksadana Saham adalah reksadana
yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari dana yang dikelolanya dalam efek bersifat wkuitas.
c.
Reksadana Campuran adalah eksadana
yang mempunyai perbandingan target aset alokasi pada efek saham dan pendapatan
tetap yang tidak dapat dikategorikan ke dalam ketiga reksadana lainnya.
d. Reksadana Pasar
Uang adalah reksadana
yang investasinya ditanam pada efek bersifat hutang dengan jatuh tempo yang
kurang dari satu tahun.
4.
Manfaat Reksadana
Reksa Dana memiliki beberapa manfaat yang menjadikannya sebagai salah satu
alternatif investasi yang menarik antara lain:
a.
Dikelola oleh
manajemen professional. Pengelolaan portofolio suatu Reksa Dana dilaksanakan oleh
Manajer Investasi yang memang mengkhususkan keahliannya dalam hal pengelolaan
dana. Peran Manajer Investasi sangat penting mengingat Pemodal individu pada
umumnya mempunyai keterbatasan waktu, sehingga tidak dapat melakukan riset
secara langsung dalam menganalisa harga efek serta mengakses informasi ke pasar
modal.
b.
Diversifikasi
investasi. Diversifikasi atau
penyebaran investasi yang terwujud dalam portofolio akan mengurangi risiko
(tetapi tidak dapat menghilangkan), karena dana atau kekayaan Reksa Dana
diinvestasikan pada berbagai jenis efek sehingga risikonya pun juga tersebar.
Dengan kata lain, risikonya tidak sebesar risiko bila seorang membeli satu atau
dua jenis saham atau efek secara individu.
c.
Transparansi
informasi. Reksa Dana wajib
memberikan informasi atas perkembangan portofolionya dan biayanya secara
kontinyu sehingga pemegang Unit Penyertaan dapat memantau keuntungannya, biaya,
dan risiko setiap saat.Pengelola Reksa Dana wajib mengumumkan Nilai Aktiva
Bersih (NAB) nya setiap hari di surat kabar serta menerbitkan laporan keuangan
tengah tahunan dan tahunan serta prospektus secara teratur sehingga Investor
dapat memonitor perkembangan investasinya secara rutin.
d.
Likuiditas yang
tinggi. Agar investasi
yang dilakukan berhasil, setiap instrumen investasi harus mempunyai tingkat
likuiditas yang cukup tinggi. Dengan demikian, Pemodal dapat mencairkan kembali
Unit Penyertaannya setiap saat sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing
Reksadana sehingga memudahkan investor mengelola kasnya. Reksadana terbuka
wajib membeli kembali Unit Penyertaannya sehingga sifatnya sangat likuid.
e.
Biaya Rendah. Karena reksadana
merupakan kumpulan dana dari banyak pemodal dan kemudian dikelola secara
profesional, maka sejalan dengan besarnya kemampuan untuk melakukan investasi
tersebut akan menghasilkan pula efisiensi biaya transaksi.
Biaya transaksi akan menjadi lebih rendah dibandingkan apabila Investor
individu melakukan transaksi sendiri di bursa.
5.
Resiko Investasi
Reksadana
Untuk melakukan investasi Reksa Dana, Investor harus mengenal jenis risiko yang
berpotensi timbul apabila membeli Reksadana.
a.
Risiko menurunnya
NAB (Nilai Aktiva Bersih) Unit Penyertaan. Penurunan ini disebabkan oleh harga pasar
dari instrumen investasi yang dimasukkan dalam portofolio Reksadana tersebut
mengalami penurunan dibandingkan dari harga pembelian awal. Penyebab penurunan
harga pasar portofolio investasi Reksadana bisa disebabkan oleh banyak hal, di
antaranya akibat kinerja bursa saham yang memburuk, terjadinya kinerja emiten
yang memburuk, situasi politik dan ekonomi yang tidak menentu, dan masih banyak
penyebab fundamental lainnya.
b.
Risiko Likuiditas. Potensi risiko
likuiditas ini bisa saja terjadi apabila pemegang Unit Penyertaan reksadana
pada salah satu Manajer Investasi tertentu ternyata melakukan penarikkan dana
dalam jumlah yang besar pada hari dan waktu yang sama. Istilahnya, Manajer
Investasi tersebut mengalami rush (penarikan dana secara besar-besaran) atas
Unit Penyertaan reksadana. Hal ini dapat terjadi apabila ada faktor negatif
yang luar biasa sehingga memengaruhi investor reksadana untuk melakukan
penjualan kembali Unit Penyertaan reksadana tersebut. Faktor luar biasa
tersebut di antaranya berupa situasi politik dan ekonomi yang memburuk,
terjadinya penutupan atau kebangkrutan beberapa emiten publik yang saham atau
obligasinya menjadi portofolio Reksadana tersebut, serta dilikuidasinya
perusahaan Manajer Investasi sebagai pengelola Reksadana tersebut.
c.
Risiko Pasar. Risiko Pasar
adalah situasi ketika harga instrumen investasi mengalami penurunan yang
disebabkan oleh menurunnya kinerja pasar saham atau pasar obligasi secara
drastis. Istilah lainnya adalah pasar sedang mengalami kondisi bearish, yaitu
harga-harga saham atau instrumen investasi lainnya mengalami penurunan harga
yang sangat drastis. Risiko pasar yang terjadi secara tidak langsung akan
mengakibatkan NAB (Nilai Aktiva Bersih) yang ada pada Unit Penyertaan Reksadana
akan mengalami penurunan juga. Oleh karena itu, apabila ingin membeli jenis
Reksadana tertentu, Investor harus bisa memperhatikan tren pasar dari instrumen
portofolio Reksadana itu sendiri.
d.
Risiko Default. Risiko Default
terjadi jika pihak Manajer Investasi tersebut membeli obligasi milik emiten
yang mengalami kesulitan keuangan padahal sebelumnya kinerja keuangan
perusahaan tersebut masih baik-baik saja sehingga pihak emiten tersebut
terpaksa tidak membayar kewajibannya. Risiko ini hendaknya dihindari dengan
cara memilih Manajer Investasi yang menerapkan strategi pembelian portofolio
investasi secara ketat.
No comments:
Post a Comment