EVALUASI KINERJA, MANAJEMEN PORTOFOLIO, DAN INVESTASI INTERNASIONAL
Bagian a
EVALUASI KINERJA PORTOFOLIO
KERANGKA PIKIR UNTUK EVALUASI KINERJA PORTOFOLIO
Seperti layaknya evaluasi terhadap kinerja suatu perusahaan, portofolio yang telah dibentuk juga perlu dievaluasi kinerjanya. Evaluasi kinerja portofolio akan terkait dengan dua isu utama, yaitu: (l) mengevaluasi apakah return portofolio yang telah dibentuk mampu memberikan return yang melebihi (di alas) return portofolio lainnya yang dijadikan patok duga (benchmark), dan (2) mengevaluasi apakah return yang diperoleh sudah sesuai dengan tingkat risiko yang Harus ditanggung.
Dalam mengevaluasi kinerja suatu portofolio ada beberapa faktor yang perlu kita perhatikan, yaitu:
1. Tingkat risiko
Seperti telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya tentang adanya Trade-off antara risiko dan return, di mana semakin tinggi tingkat risiko maka semakin tinggi pula tingkat return yang diharapkan.
2. Periode waktu
Seperti halnya tingkat risiko, faktor waktu juga akan mempengaruhi tingkat return portofolio. Oleh karena itu, pada saat mengevaluasi kinerja suatu portofolio kita juga perlu memperhatikan faktor periode waktu yang digunakan.
3. Penggunaan patok duga (bechmark) yang sesuai
Dalam melakukan evaluasi kinerja suatu portofolio, kita perlu membandingkan return portofolio tersebut dengan return yang bisa dihasilkan oleh alternatif portofolio lain yang sebanding.
4. Tujuan investasi
Evaluasi kinerja suatu portofolio juga perlu memperhatikan tujuan yang ditetapkan oleh investor atau manajer investasi. Tujuan investasi yang berbeda akan mempengaruhi kinerja portofolio yang dikelolanya, Misalnya, jika tujuan investasi seorang investor adalah pertumbuhan jangka panjang, maka kinerja portofolio yang dibentuknya akan relatif lebih kecil dari kinerja portofolio yang dibentuk dengan tujuan mendapatkan keuntungan jangka pendek.
19.2. MENGUKUR TINGKAT RETURN PORTOFOLIO
Penilaian kinerja suatu portofolio umumnya dimulai dengan mengukur tingkat return dari portofolio tersebut Salah satu cara untuk menghitung tingkat return suatu portofolio adalah dengan cara menjumlahkan semua aliran kas yang diterima (penjumlahan dividen atau pendapatan bunga selama periode investasi dengan selisih perubahan nilai pasar portofolio (capital gain /loss)), dan kemudian dibagi dengan nilai pasar portofolio pada awal periode.
Metode penghitungan tingkat return portofolio tersebut memang terlihat cukup sederhana dan mudah untuk menghitungnya. Akan tetapi, metode yang sederhana tersebut sebenarnya tetap mengandung kelemahan, karena hanya sesuai untuk menghitung tingkat return portofolio yang bersifat "statis", yaitu portofolio yang tidak mempunyai aliran kas keluar maupun masuk dari investor.
Besarnya tingkat return yang ditawarkan oleh portofolio yang dimiliki investor bisa diukur dengan metode time-weighted rate of return (TWR). Besarnya TWR ini tidak dipengaruhi oleh penambahan atau penarikan dana yang dilakukan oleh in¬vestor selama periode perhitungan return portofolio.
Bagaimana cara menghitung TWR dan DWR? TWR bisa dihitung dengan membagi periode perhitungan return portofolio ke dalam beberapa sub periode perhitungan. Setiap subperiode dihitung terlebih dahulu masing-masing returnnya, dan selanjutnya return dari keseluruhan periode perhitungan portofolio bisa dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:
TWR = (1,0 + S1) (1,0 + S2)...........(1,0 + SN) -1,0 (19.1)
di mana, S dalam persamaan di atas melambangkan return yang diperoleh dalam setiap subperiode perhitungan.
Sebagai contoh, misalnya suatu portofolio yang diamati selama 5 tahun terdiri dari 3 subperiode aliran kas yang masing-masing memberikan return berturut-turut sebesar 5%; 8%; dan 10%. Dari data tersebut maka kita bisa menghitung return portofolio berdasarkan metode TWR, sebagai berikut:
TWR = (1,0 + 0,05) (1,0 + 0,08) (1,0 + 0,1) -1,0
= (1,05) (1,08) (1,1) -1,0
= 0,247 atau 24,7%.
Metode perhitungan yang lainnya, yaitu DWR bisa dihitung dengan mencari tingkat suku bunga yang bisa menyamakan nilai awal portofolio dengan semua aliran kas yang terjadi ditambah nilai akhir portofolio. Perhitungan dengan metode ini sudah memperhatikan aliran kas yang masuk dan keluar selama periode perhitungan re¬turn portofolio. Rumus untuk menghitung TWR adalah sebagai berikut
Nilai awal portofolio = (19.2)
di mana:
Dt = penambahan dana pada saat t
Wt = penarikan dana pada saat t
n = jumlah penambahan dana selama periode perhitungan
m = jumlah penarikan dana selama periode perhitungan.
r = tingkat bunga yang menyamakan nilai awal portofolio dengan semua aliran kas (masuk dan atau keluar) ditambah nilai akhir portofolio.
Besarnya r ini sekaligus merupakan tingkat return portofolio yang dihitung dengan metode TWR.
19.3. Risk Adjusted Performance
Seperti telah dijelaskan di alas bahwa untuk melihat kinerja sebuah portofolio kita tidak bisa hanya melihat tingkat return yang dihasilkan portofolio tersebut, tetapi kita juga hams memperhatikan faktor-faktor lain seperti tingkat risiko portofolio tersebut. Dengan berdasarkan pada teori pasar modal, beberapa ukuran kinerja portofolio sudah memasukkan faktor return dan risiko dalam perhitungannya. Beberapa ukuran kinerja portofolio yang sudah memasukkan faktor risiko adalah indeks Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jensen.
19.3.1. Indeks Sharpe
Indeks Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe dan sering juga disebut dengan reward-to-variability ratio. Indeks Sharpe mendasarkan perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital market line) sebagai patok duga, yaitu dengan cara membagi premi risiko portofolio dengan standar deviasinya. Dengan demikian, indeks sharpe akan bisa dipakai untuk mengukur premi risiko untuk setiap unit risiko pada portofolio tersebut. Untuk menghitung indeks Sharpe, kita bisa menggunakan persamaan 19.3 berikut ini:
Åœp =
di mana:
Åœp = indeks Sharpe portofolio
= rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan
= rata-rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan
= standar deviasi return portofolio p selama periode pengamatan
19.3.2. Indeks Treynor
Indeks Treynor merupakan ukuran kinerja portofolio yang dikembangkan oleh Jack Treynor, dan indeks ini sering disebut juga dengan reward to volatility ratio. Sama halnya seperti indeks Sharpe, pada indeks Treynor, kinerja portofolio dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya risiko dari portofolio tersebut. Perbedaannya dengan indeks Sharpe adalah penggunaan garis pasar sekuritas (security market line) sebagai patok duga, dan bukan garis pasar modal seperti pada indeks Sharpe. Asumsi yang digunakan oleh Treynor adalah .bahwa portcfolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang dianggap relevan adalah risiko sistematis (diukur dengan beta).
Cara mengukur indeks Treynor pada dasarnya sama dengan cara meng-hitung indeks Sharpe, hanya saja risiko yang diukur dengan standar deviasi pada indeks Sharpe diganti dengan beta portofolio. Dengan demikian, indeks Treynor suatu portofolio dalam periode tertentu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 19.4 seperti berikut ini:
(19.4)
di mana:
= indeks Treynor portofolio
= rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan
= rata -rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan
= beta portofolio p
193.3. Indeks Jensen
Indeks Jensen merupakan indeks yang menunjukkan perbedaan antara tingkat. return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar modal. Persamaan untuk indeks Jensen ini adalah:
(19.5)
di mana:
= indeks Jensen portofolio
= rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan
= rata -rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan
= beta portofolio p
Persamaan indeks Jensen dengan indeks Treynor adalah bahwa kedua indeks ukuran kinerja portofolio tersebut menggunakan garis pasar sekuritas sebagai dasar untuk membuat persamaan. Sedangkan perbedaannya adalah bahwa indeks Treynor sama dengan slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan return bebas risiko, sedangkan indeks Jensen merupakan selisih antara return portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara khusus (hanya mengikuti return pasar), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 19. 3 berikut ini (ditunjukkan oleh tanda panah).
Tanda panah pada Gambar 19.3 di bawah menunjukkan besarnya indeks Jensen untuk portofolio D. Disamping itu, indeks Jensen juga menunjukkan besarnya perbedaan return antara portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara' khusus (hanya mengikuti return pasar) dengan tingkat risiko yang sama. Ha! ini dapat terlihat dengan jelas pada persamaan 19.6 berikut ini, yang juga merupakan modifikasi dari persamaan 19.5 di atas.
(19-7)
Persamaan 19.7 memperlihatkan bahwa indeks Jensen merupakan selisih return abnormal portofolio p selama satu periode dengan premi risiko portofolio yang seharusnya diterima dengan menggunakan tingkat risiko sistematis tertentu dan model CAPM. Oleh karena itu nilai indeks Jensen bisa saja lebih tertentu dan model CAPM. Oleh karena itu nilai indeks Jensen bisa saja lebih besar (positif),l kecil (negatif atau sama (nol). Tetapi dalam penggunaan indeks Jensen untuk mengevaluasi kinerja portofolio, kita perlu melakukan pengujian apakah perbedaan kedua return tersebut signifikan. Bisa saja suatu portofolio mempunyai indeks Jensen tertentu, tetapi setelah dilakukan pengujian ternyata angka tersebut tidak signifikan.
Gambar 19.3.
Kinerja keempat portofolio menurut indeks Jensen
(A = A, B = B, C = C dan D = D)
KERANGKA PIKIR UNTUK EVALUASI KINERJA PORTOFOLIO
Seperti layaknya evaluasi terhadap kinerja suatu perusahaan, portofolio yang telah dibentuk juga perlu dievaluasi kinerjanya. Evaluasi kinerja portofolio akan terkait dengan dua isu utama, yaitu: (l) mengevaluasi apakah return portofolio yang telah dibentuk mampu memberikan return yang melebihi (di alas) return portofolio lainnya yang dijadikan patok duga (benchmark), dan (2) mengevaluasi apakah return yang diperoleh sudah sesuai dengan tingkat risiko yang Harus ditanggung.
Dalam mengevaluasi kinerja suatu portofolio ada beberapa faktor yang perlu kita perhatikan, yaitu:
1. Tingkat risiko
Seperti telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya tentang adanya Trade-off antara risiko dan return, di mana semakin tinggi tingkat risiko maka semakin tinggi pula tingkat return yang diharapkan.
2. Periode waktu
Seperti halnya tingkat risiko, faktor waktu juga akan mempengaruhi tingkat return portofolio. Oleh karena itu, pada saat mengevaluasi kinerja suatu portofolio kita juga perlu memperhatikan faktor periode waktu yang digunakan.
3. Penggunaan patok duga (bechmark) yang sesuai
Dalam melakukan evaluasi kinerja suatu portofolio, kita perlu membandingkan return portofolio tersebut dengan return yang bisa dihasilkan oleh alternatif portofolio lain yang sebanding.
4. Tujuan investasi
Evaluasi kinerja suatu portofolio juga perlu memperhatikan tujuan yang ditetapkan oleh investor atau manajer investasi. Tujuan investasi yang berbeda akan mempengaruhi kinerja portofolio yang dikelolanya, Misalnya, jika tujuan investasi seorang investor adalah pertumbuhan jangka panjang, maka kinerja portofolio yang dibentuknya akan relatif lebih kecil dari kinerja portofolio yang dibentuk dengan tujuan mendapatkan keuntungan jangka pendek.
19.2. MENGUKUR TINGKAT RETURN PORTOFOLIO
Penilaian kinerja suatu portofolio umumnya dimulai dengan mengukur tingkat return dari portofolio tersebut Salah satu cara untuk menghitung tingkat return suatu portofolio adalah dengan cara menjumlahkan semua aliran kas yang diterima (penjumlahan dividen atau pendapatan bunga selama periode investasi dengan selisih perubahan nilai pasar portofolio (capital gain /loss)), dan kemudian dibagi dengan nilai pasar portofolio pada awal periode.
Metode penghitungan tingkat return portofolio tersebut memang terlihat cukup sederhana dan mudah untuk menghitungnya. Akan tetapi, metode yang sederhana tersebut sebenarnya tetap mengandung kelemahan, karena hanya sesuai untuk menghitung tingkat return portofolio yang bersifat "statis", yaitu portofolio yang tidak mempunyai aliran kas keluar maupun masuk dari investor.
Besarnya tingkat return yang ditawarkan oleh portofolio yang dimiliki investor bisa diukur dengan metode time-weighted rate of return (TWR). Besarnya TWR ini tidak dipengaruhi oleh penambahan atau penarikan dana yang dilakukan oleh in¬vestor selama periode perhitungan return portofolio.
Bagaimana cara menghitung TWR dan DWR? TWR bisa dihitung dengan membagi periode perhitungan return portofolio ke dalam beberapa sub periode perhitungan. Setiap subperiode dihitung terlebih dahulu masing-masing returnnya, dan selanjutnya return dari keseluruhan periode perhitungan portofolio bisa dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:
TWR = (1,0 + S1) (1,0 + S2)...........(1,0 + SN) -1,0 (19.1)
di mana, S dalam persamaan di atas melambangkan return yang diperoleh dalam setiap subperiode perhitungan.
Sebagai contoh, misalnya suatu portofolio yang diamati selama 5 tahun terdiri dari 3 subperiode aliran kas yang masing-masing memberikan return berturut-turut sebesar 5%; 8%; dan 10%. Dari data tersebut maka kita bisa menghitung return portofolio berdasarkan metode TWR, sebagai berikut:
TWR = (1,0 + 0,05) (1,0 + 0,08) (1,0 + 0,1) -1,0
= (1,05) (1,08) (1,1) -1,0
= 0,247 atau 24,7%.
Metode perhitungan yang lainnya, yaitu DWR bisa dihitung dengan mencari tingkat suku bunga yang bisa menyamakan nilai awal portofolio dengan semua aliran kas yang terjadi ditambah nilai akhir portofolio. Perhitungan dengan metode ini sudah memperhatikan aliran kas yang masuk dan keluar selama periode perhitungan re¬turn portofolio. Rumus untuk menghitung TWR adalah sebagai berikut
Nilai awal portofolio = (19.2)
di mana:
Dt = penambahan dana pada saat t
Wt = penarikan dana pada saat t
n = jumlah penambahan dana selama periode perhitungan
m = jumlah penarikan dana selama periode perhitungan.
r = tingkat bunga yang menyamakan nilai awal portofolio dengan semua aliran kas (masuk dan atau keluar) ditambah nilai akhir portofolio.
Besarnya r ini sekaligus merupakan tingkat return portofolio yang dihitung dengan metode TWR.
19.3. Risk Adjusted Performance
Seperti telah dijelaskan di alas bahwa untuk melihat kinerja sebuah portofolio kita tidak bisa hanya melihat tingkat return yang dihasilkan portofolio tersebut, tetapi kita juga hams memperhatikan faktor-faktor lain seperti tingkat risiko portofolio tersebut. Dengan berdasarkan pada teori pasar modal, beberapa ukuran kinerja portofolio sudah memasukkan faktor return dan risiko dalam perhitungannya. Beberapa ukuran kinerja portofolio yang sudah memasukkan faktor risiko adalah indeks Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jensen.
19.3.1. Indeks Sharpe
Indeks Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe dan sering juga disebut dengan reward-to-variability ratio. Indeks Sharpe mendasarkan perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital market line) sebagai patok duga, yaitu dengan cara membagi premi risiko portofolio dengan standar deviasinya. Dengan demikian, indeks sharpe akan bisa dipakai untuk mengukur premi risiko untuk setiap unit risiko pada portofolio tersebut. Untuk menghitung indeks Sharpe, kita bisa menggunakan persamaan 19.3 berikut ini:
Åœp =
di mana:
Åœp = indeks Sharpe portofolio
= rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan
= rata-rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan
= standar deviasi return portofolio p selama periode pengamatan
19.3.2. Indeks Treynor
Indeks Treynor merupakan ukuran kinerja portofolio yang dikembangkan oleh Jack Treynor, dan indeks ini sering disebut juga dengan reward to volatility ratio. Sama halnya seperti indeks Sharpe, pada indeks Treynor, kinerja portofolio dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya risiko dari portofolio tersebut. Perbedaannya dengan indeks Sharpe adalah penggunaan garis pasar sekuritas (security market line) sebagai patok duga, dan bukan garis pasar modal seperti pada indeks Sharpe. Asumsi yang digunakan oleh Treynor adalah .bahwa portcfolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang dianggap relevan adalah risiko sistematis (diukur dengan beta).
Cara mengukur indeks Treynor pada dasarnya sama dengan cara meng-hitung indeks Sharpe, hanya saja risiko yang diukur dengan standar deviasi pada indeks Sharpe diganti dengan beta portofolio. Dengan demikian, indeks Treynor suatu portofolio dalam periode tertentu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 19.4 seperti berikut ini:
(19.4)
di mana:
= indeks Treynor portofolio
= rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan
= rata -rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan
= beta portofolio p
193.3. Indeks Jensen
Indeks Jensen merupakan indeks yang menunjukkan perbedaan antara tingkat. return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar modal. Persamaan untuk indeks Jensen ini adalah:
(19.5)
di mana:
= indeks Jensen portofolio
= rata-rata return portofolio p selama periode pengamatan
= rata -rata tingkat return bebas risiko selama periode pengamatan
= beta portofolio p
Persamaan indeks Jensen dengan indeks Treynor adalah bahwa kedua indeks ukuran kinerja portofolio tersebut menggunakan garis pasar sekuritas sebagai dasar untuk membuat persamaan. Sedangkan perbedaannya adalah bahwa indeks Treynor sama dengan slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan return bebas risiko, sedangkan indeks Jensen merupakan selisih antara return portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara khusus (hanya mengikuti return pasar), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 19. 3 berikut ini (ditunjukkan oleh tanda panah).
Tanda panah pada Gambar 19.3 di bawah menunjukkan besarnya indeks Jensen untuk portofolio D. Disamping itu, indeks Jensen juga menunjukkan besarnya perbedaan return antara portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara' khusus (hanya mengikuti return pasar) dengan tingkat risiko yang sama. Ha! ini dapat terlihat dengan jelas pada persamaan 19.6 berikut ini, yang juga merupakan modifikasi dari persamaan 19.5 di atas.
(19-7)
Persamaan 19.7 memperlihatkan bahwa indeks Jensen merupakan selisih return abnormal portofolio p selama satu periode dengan premi risiko portofolio yang seharusnya diterima dengan menggunakan tingkat risiko sistematis tertentu dan model CAPM. Oleh karena itu nilai indeks Jensen bisa saja lebih tertentu dan model CAPM. Oleh karena itu nilai indeks Jensen bisa saja lebih besar (positif),l kecil (negatif atau sama (nol). Tetapi dalam penggunaan indeks Jensen untuk mengevaluasi kinerja portofolio, kita perlu melakukan pengujian apakah perbedaan kedua return tersebut signifikan. Bisa saja suatu portofolio mempunyai indeks Jensen tertentu, tetapi setelah dilakukan pengujian ternyata angka tersebut tidak signifikan.
Gambar 19.3.
Kinerja keempat portofolio menurut indeks Jensen
(A = A, B = B, C = C dan D = D)
Bagian b
Manajemen Portofolio
Menurut ahli keuangan J Fred Weston,
portofolio dapat diartikan sebagai kombinasi atau gabungan berbagai aktiva.
Aktiva itu dapat diartikan sebagai investasi surat berharga finansial seperti
deposito, properti atau real aset, obligasi, saham, dan bentuk penyertaan
lainnya.[1] Portofolio merupakan kumpulan dari
instrumen investasi yang dibentuk untuk memenuhi suatu sasaran umum investasi.
Sasaran dari suatu portofolio investasi tentunya sangat tergantung pada
individu masing-masing investor.[2]
Portofolio menggambarkan kepemilikan
dari pada instrumen investasi yang disusun dengan perencanaan yang matang untuk
pencapaian hasil yang optimal melalui penyebaran risiko. Portofolio mempunyai
beberapa alternatif variasi dengan pertimbangan investor harus melihat risiko
dan tingkat keuntungan yang bergerak positif didalam portofolio. Portofolio
merupakan sekumpulan investasi yang menyangkut identifikasi saham-saham yang
mana akan dipilih dan menentukan proporsi dana yang ditanamkan pada
masing-masing saham tersebut.[3]
Berdasarkan pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa portofolio merupakan kombinasi kepemilikan dari dua saham
perusahaan yang berbeda agar investor bisa meraih return optimal sekaligus dapat
memperkecil risiko melalui diversifikasi.
B. Faktor-Faktor dalam Investasi
Portofolio
Menurut Rahardja
dan Manurung faktor-faktor yang mempengaruhi investasi
langsung dan portofolio adalah sebagai berikut :[4]
1.
Tingkat
pengembalian yang diharapkan (Expected Rate Of Return)
Kemampuan perusahaan menentukan
tingkat investasi yang diharapkan, sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan
eksternal perusahaan.
a. Kondisi internal perusahaan
Kondisi internal adalah
faktor-faktor yang berada di bawah kontrol perusahaan, misalnya tingkat
efisiensi, kualitas SDM, dan teknologi yang digunakan. Ketiga aspek tersebut
berhubungan positif dengan tingkat pengembalian yang diharapkan. Artinya,
semakin tinggi tingkat efisiensi, kualitas SDM dan teknologi, maka semakin
tinggi pula tingkat pengembalian yang diharapkan.
b. Kondisi
eksternal perusahaan
Kondisi eksternal yang
perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan akan investasi terutama
adalah perkiraan tentang tingkat produksi dan pertumbuhan ekonomi domestik
maupun internasional serta tingkat inflasi yang terjadi. Jika perkiraan tentang
masa depan ekonomi nasional maupun dunia bernada optimis, biasanya tingkat
investasi meningkat, karena tingkat pengembalian investasi dapat dinaikkan.
Selain perkiraan kondisi
ekonomi, kebijakan yang ditempuh pemerintah juga dapat menentukan tingkat
investasi. Kebijakan menaikkan pajak, misalnya diperkirakan akan menurunkan
tingkat permintaan akan agregat. Akibatnya tingkat
investasi akan menurun. Faktor sosial politik juga menentukan gairah investasi,
karena jika sosial politik stabil maka pada umumnya juga meningkat. Demikian
pula faktor keamanan (kondisi keamanan negara).
2.
Ramalan
mengenai keadaan di masa yang akan datang
Ramalan yang menunjukkan
bahwa keadaan perekonomian akan menjadi lebih baik lagi pada masa depan, yaitu
diramalkan bahwa harga-harga akan tetap stabil (tingkat inflasi stabil)
dan pertumbuhan ekonomi maupun pertambahan pendapatan masyarakat akan
berkembang dengan lebih cepat, merupakan keadaan yang akan mendorong
pertumbuhan investasi. Jika terjadi inflasi maka akan menurunkan investasi
portofolio yang akan ditanam oleh para investor, sehingga kondisi ini akan
mempengaruhi menurunnya harga sekuritas di pasar modal sehingga menyebabkan
investor lebih suka menanamkan uangnya dalam bentuk investasi yang lain,
misalnya dengan menyimpan uangnya di bank atau tabungan daripada
menginvestasikannya dalam bentuk saham, obligasi maupun sekuritas lainnya. Hal
ini akan mendorong mereka untuk melepas sekuritas yang mereka miliki, sehingga
sekuritas yang dilepas akan meningkatkan jumlah yang ditawarkan di pasar modal,
dan selanjutnya akan menekan harga. Jadi, semakin baik keadaan masa depan maka
semakin besar tingkat keuntungan yang akan diperoleh para pengusaha. Oleh sebab
itu mereka akan lebih terdorong untuk melaksanakan investasi yang telah atau
sedang dirumuskan dan direncanakan.[5]
3.
Tingkat
bunga
Tingkat bunga menentukan
jenis-jenis investasi yang akan memberi keuntungan kepada para pengusaha dan
dapat dilaksanakan. Para pengusaha hanya akan melaksanakan keinginan untuk
menanamkan modal apabila tingkat pengembalian modal dari penanaman modalnya
itu, yaitu persentase keuntungan neto (tetapi sebelum dikurangi bunga uang yang
dibayar) modal yang diperoleh, lebih besar dari tingkat bunga.
4.
Biaya
investasi
Yang paling menentukan
tingkat biaya investasi adalah tingkat bunga pinjaman, karena semakin tinggi
tingkat bunganya maka biaya investasi semakin mahal. Akibatnya minat
berinvestasi semakin menurun.
Faktor lembaga juga
mempengaruhi biaya investasi karena prosedur izin yang berbelit-belit dan lama
(> 3 tahun), menyebabkan biaya ekonomi dengan memperhitungkan nilai waktu
uang dari investasi semakin mahal. Demikian halnya dengan keberadaan dan
efisiensi lembaga keuangan, tingkat kepastian hukum, stabilitas politik, dan
keadaan keamanan.
5.
Tingkat
pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya
Hubungan antara
pendapatan nasional dan investasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
cukup erat di antara tingkat investasi dan tingkat pendapatan nasional.
Investasi akan meningkat apabila pendapatan nasional semakin meningkat dan
begitu juga sebaliknya.[6]
C. Langkah-Langkah Investasi Portofolio
Kata invest sebagai kata dasar dari
investment memiliki arti menanam. Dalam kamus istilah pasar modal dan keuangan
kata investasi diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu
perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Dan dalam kamus
lengkap ekonomi, investasi didefinisikan sebagai penukaran uang dengan
bentuk-bentuk kekayaan lain seperti saham atau harta tidak bergerak yang
diharapkan dapat ditahan selama periode waktu tertentu supaya menghasilkan
pendapatan.
Untuk tercapainya tujuan investasi,
dibutuhkan suatu proses dalam pengambilan keputusan, sehingga nantinya
keputusan tersebut sudah bisa dipertimbangkan ekpektasi return yang akan
didapatkan dan risiko yang akan dihadapi nantinya. Berikut ini adalah
langkah-langkah dalam pengambilan keputusan investasi portofolio yaitu adalah:[7]
1.
Menentukan Kebijakan Investasi
Pada tahap pertama ini, investor
yang menentukan tujuan investasi dan kemampuan/kekayaannya yang akan
diinvestasikan. Dalam hal ini terdapat hubungan positif antara risiko dan
return, maka hal yang tepat bagi para investor untuk menyatakan tujuan
investasinya tidak hanya untuk memperoleh banyak keuntungan saja, tetapi juga
memahami bahwa akan ada kemungkinan risiko yang berpotensi menyebabkan
kerugian. Jadi, tujuan investasi harus dinyatakan baik dalam keuntungan maupun
risiko.
2.
Analisis Sekuritas
Pada tahap kedua ini analisis
sekuritas meliputi penilaian sekuritas secara individual atau beberapa kelompok
sekuritas. Salah satu tujuan dari penilaian tersebut adalah guna untuk
mengidentifikasi sekuritas yang salah harga (mispriced). Pendapat
lainnya menyatakan bahwa harga sekuritas adalah wajar karena mereka beranggapan
bahwa pasar modal efisien Dengan demikian, pemilihan sekuritas bukan didasarkan
dari kesalahan harga akan tetapi berdasarkan preferensi risiko para investo,
pola kebutuhan kas, dan sebagainya.[8]
3.
Pembentukan Portofolio
Tahap ketiga ini, membentuk
portofolio yang melibatkan identifikasi asset khusus mana yang
akandiinvestasikan dan menentukan pula seberapa besar investasi pada tiap asset
tersebut. Pada tahap ini masalah selektivitas, penentuan waktu, dan
disversifikasi perlu menjadi perhatian investor.
Dalam investasi, investor sering
melakukan disversifikasi dengan mengkombinasikan berbagai. sekuritas dalam
investasi mereka dengan kata lain investor membentuk portofolio. Selektivitas
disebut sebagai microforecasting memfokuskan pada peramalan pergerakan harga
setiap sekuritas. Dan penentuan waktu disebut pula sebagai macroforecasting
yang memfokuskan pada peramalan pergerakan harga saham biasa relative terhadap
sekuritas pendapatan teta, semisal obligasi perusahaan. Sedangkan
disversifikasi meliputi konstruksi portofolio sedemikian rupa sehingga
meminimalkan risiko dengan memperhatikan batasan tertentu
4.
Melakukan Refisi Portofolio
Pada tahap keempat ini, berhubungan
dengan pengulangan secara periodic dari tiga langkah sebelumnya. Dengan
berjalannya waktu, kemungkinan investor akan mengubah tujuan investasinya yaitu
membentuk portofolio baru yang lebih optimal. Motivasi lainnya disesuaikan
sengan preferensi investor tentang risiko dan return itu sendiri.
5.
Evaluasi kinerja portofolio
Pada langkah yang terakhir ini,
investor mulai melakukan penilaian terhadap kinerja portofolio secara periodik
dalam artian tidak hanya return yang diperhatikan namun risiko yang dihadapi
juga perlu diperhatikan. Jadi, diperlukan ukuran yang tepat tentang return dan
risiko juga standar yang relevan.[9]
D. Risiko Tingkat Pengembalian
Portofolio
Dalam portofolio, risiko sebuah aset
dapat dibagi menjadi 2 komponen, yaitu sebagai berikut:
1. Risiko yang Dapat Didiversifikasi (Diversifiable
Risk)
Risiko yang dapat didiversifikasi
disebabkan oleh peristiwa-peristiwa acak, seperti gugatan hukum, mogok kerja,
program pemasaran yang berhasil dan tidak berhasil, memenangkan atau kehilangan
kontrak penting, dan peristiwa-peristiwa buruk lainnya yang menimpa perusahaan.
Peristiwa ini terjadi secara acak, pengaruhnya pada suatu portofolio dapat
dihilangkan melalui diversifikasi, yaitu dimana peristiwa buruk yang menimpa
satu perusahaan akan ditutupi oleh perisitiwa baik yang dialami perusahaan
lainnya.
2. Risiko Pasar (Market Risk)
Risiko pasar mencerminkan risiko
penurunan pasar saham secara umum yang tidak dapat dihilangkan dengan
diversifikasi. Risiko pasar ini muncul akibat faktor-faktor yang secara
sistematis mempengaruhi sebagian besar perusahaan, seperti inflasi dan tingkat
suku bunga yang tinggi. Sebagian besar saham akan dipengaruhi secara negatif
oleh faktor-faktor di atas sehingga risiko pasar tidak dapat dihilangkan oleh
diversifikasi.[10]
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa, tidak semua risiko dapat dihilangkan dengan diversifikasi, risiko-risiko
yang berhubungan dengan pergerakan pasar secara luas akan tetap ada. Adapun
risiko yang tersisa setelah diversifikasi adalah risiko pasar. Risiko ini dapat
diukur dari sejauh apa suatu saham tertentu cenderung bergerak naik atau turun
mengikuti pasar.
Suatu aset dengan tingkat risiko
relevan (pasar) yang tinggi harus menawarkan tingkat pengembalian yang
diharapkan relatif tinggi untuk dapat menarik para investor. Investor umumnya
menghindari risiko, sehingga mereka tidak akan membeli aset yang berisiko,
kecuali jika aset tersebut memiliki tingkat pengembalian yang diharapkan
tinggi.[11]
Dengan kata lain, jika investor menginginkan tingkat pengembalian yang lebih
tinggi, maka investor tersebut harus menanggung risiko yang lebih tinggi pula.
E. Proses Manajemen Portofolio
Manajemen portofolio adalah suatu
proses yang dilakukan oleh investor untuk mengatur uangnya yang diinvestasikan
dalam bentuk portofolio yang dibuat. Manajemen portofolio dipandang sebagai
suatu proses sistematik yang dinamis. Karena manajemen portofolio dipandang
sebagai suatu proses, maka dapat diaplikasikan kepada setiap investor atau
manager investasi. Menurut CFA (Chartered Financial Analyst) yang
merupakan institusi terkenal yang mengembangkan standar professional investasi
untuk para anggotanya, proses manajemen portofolio meliputi:[12]
1.
Perencanaan
Portofolio
Tahapan awal dari manajemen
portofolio adalah perencanaan (planning). Tahap perencanaan ini
memfokuskan pada penentuan input-input yang diperlukan untuk membentuk
portofolio, yaitu yang pertama return ekspektasian individual sekuritas (input
ini digunakan untuk membentuk return ekspektasian portofolio), yang kedua
varian return individual sekuritas, dan yang ketiga kovarian return individual
sekuritas. Varian dank ovarian return individual sekuritas digunakan untuk
membentuk varian return atau risiko portofolio.
Faktor-faktor yang menentukan
input-input ini berasal dari diri investor sendiri (sasaran-sasaran,
hambatan-hambatan, dan preferensi-preferensi) dan dari pasar modal (dengan
mempertimbangkan keadaan ekonomik, social, politik, dan sector yang relevan).
Hasil dari perencanaan ini adalah kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi
portofolio serta ekspektasi-ekspektasi pasar yang nantinya dibutuhkan dalam
pembentukan portofolionya.
2.
Eksekusi
Portofolio
Mengeksekusi portofolio berarti
membuat portofolionya jika portofolio masih belum dibuat dan merevisinya
dikemudian hari berdasarkan umpan balik yang diterima. Beberapa tahapan dalam
mengeksekusi portofolio adalah sebagai berikut ini:
a. Alokasi aktiva (asset allocation)
b. Optimalisasi portofolio (portofolio
optimization)
c. Pemilihan sekuritas (security
selection)
d. Implementasi dan eksekusi
3.
Umpan
Balik Kinerja Portofolio
Proses ini yang membedakan antara
manajemen portofolio dengan hanya sekedar membuat portofolio. Portofolio yang
sudah dibuat tidak dapat hanya dibiarkan saja, karena kinerjanya dapat menurun
setiap saat di masa depan. Kondisi pasar yang jelek misalnya akan dapat
menurunkan kinerja portofolio. Oleh karena itu kondisi pasar harus selalu
dipantau untuk menjaga kinerja portofolio akan tetap optimal. Jika kinerja
portofolio menjadi tidak optimal karena kondisi pasar yang berubah, maka
portofolio ini perlu diseimbangkan kembali (rebalancing).
Dalam memantau kondisi pasar, perlu
memperhitungkan kondisi pasar yang terjadi, sehingga keputusan investasi dapat
menyesuaikan dengan kondisi pasar. Kondisi pasar sekarang yang perlu dipantau
adalah kondisi makro ekonomi, inflasi, tingkat suku bunga, politik, social, dan
keamanan. Selain itu, perubahan keadaab dab prefernsi investor juga perlu
dipantau.[13]
4. Mengukur Kinerja Portofolio
Untuk mengetahui apakah sasaran
investor masih tercapai, maka kinerja portofolio perlu dihitung dan diukur
setiap saat dan dibandingkan dengan benchmark sasaran investor. Kinerja
portofolio dapat dihitung berdasarkan return portofolionya saja. Karena tukaran
(rade-off) antara return dan resiko, pengukuran portofolio berdasarkan
returnnya saja mungkin tidak cukup, tetapi harus mempertimbangkan keduanya
yaitu return dan resikonya. Pengukuran yang melibatkan kedua faktor ini disebut
dengan return sesuaian (risk-adjusted return).
F. Model Manajemen Portofolio
Terdapat beberapa model dari
manajemen portofolio, yaitu:[14]
1. Model pertumbuhan spekulatif (Speculative
growth model).
Dengan model ini para investor
diharapkan memperoleh keuntungan yang tinggi akibat perubahan harga (capital
gain) di pasar sekuritas, sekalipun akan menghadapi tingkat risiko yang
relatif besar. Biasanya, motif orang melakukan investasi atas sekuritas itu
karena perusahaan tempat berinvestasi memiliki potensi meningkatnya harga pasar
sekuritas, sekalipun kemungkinan pada saat ini tidak memberikan penghasilan
yang menarik. Para pengusaha atau profesional muda cocok menggeluti tantangan
dunia bisnis ini.
2. Model perumbuhan jangka panjang (Long
term growth model).
Untuk memperoleh keuntungan
diversifikasi dari spread kenaikan harga pasar yang bersifat jangka
panjang, biasanya risiko yang dihadapi relatif kecil. Kemungkinan sifat para
investor dalam model itu adalah selalu menghindari risiko. Dengan kata lain,
tidak mau menanggung risiko yang berlebihan. Oleh karena itu, jenis portofolio
itu menekankan pertumbuhan harga pasar yang berjangka panjang dengan rata-rata
keuntungan dan risiko yang ideal. Golongan investor yang memiliki pengetahuan
dan pengalaman tentang pasar portofolio yang memadai sangat cocok menerapkan model
itu.
3. Model keuntungan berjalan (Current
return model).
Fokus model ini adalah bagaimana para investor menerima
keuntungan yang banyak dengan prasyarat seperti jaminan investasi yang aman
hingga jatuh tempo. Dengan kata lain, investor akan memperoleh kas masuk setiap
periode tertentu selama kurun waktu yang diprediksikan, misalnya untuk
keperluan biaya pendidikan, dana pensiun, dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa
bentuk investasi itu mirip dengan asuransi.
G. Pembentukan Portofolio
Terdapat
dua macam pembentukan dalam portofolio, yaitu:[15]
1. Portofolio Optimal
Portofolio
optimal merupakan portofolio yang dipilih seorang investor dari sekian banyak
alternatif yang ada pada kumpulan portfolio yang efisien. Pemilihan portofolio
tersebut disesuaikan dengan preferensi investor yang bersangkutan terhadap return
maupun risiko yang melekat pada portfolio yang dipilihnya.
Pembentukan portofolio optimal dapat dilakukan dengan dua
metode:
a. Pendekatan Markowitz
1) Teori Markowitz didasari asumsi: 1
Model ini menghubungkan perhitungan return setiap asset pada return indeks
pasar
2) Periode investasi tunggal (misal 1
tahun) 2 Asumsi yang digunakan p ada model ini:
a) Tidak ada biaya transaksi Sekuritas
akan berkorelasi hanya jika sekuritas-sekuritas tersebut mempunyai respon
yang sama terhadap perubahan pasar
b) Preferensi investor hanya
berdasarkan pada expected return dan risiko
b. Belum memperhitungkan kemungkinan
bahwa investor akan melakukan investasi pada asset bebas risiko
c. Model ini dapat
menyederhanakan perhitungan Model Markowitz
d. Perhitungannya cenderung kompleks
dan rumit
2. Single Index Model
a.
Model ini
menghubungkan perhitungan return setiap asset pada return indeks pasar
b. Periode investasi tunggal (misal 1
tahun) 2 Asumsi yang digunakan pada model ini:
c.
Tidak ada
biaya transaksi Sekuritas akan berkorelasi hanya jika
sekuritas-sekuritas tersebut mempunyai respon yang sama terhadap
perubahan pasar.
d. Model ini dapat
menyederhanakan perhitungan Model Markowitz
2. Portofolio Efisien
Menurut Bodie et al, dalam
pembentukan portofolio, investor selalu ingin memaksimalkan return yang
diharapkan dengan tingkat risiko tertentu yang bersedia ditanggungnya atau
mencari portofolio yang menawarkan risiko terendah dengan tingkat return tertentu.
Karakteristik portofolio seperti ini disebut sebagai portofolio yang efisien.[16]
Dalam membentuk portfolio yang
efisien harus berpedoman pada asumsi tentang bagaimana perilaku investor dalam
pembuatan keputusan investasi yang akan diambil. Salah satu asumsi yang paling
penting adalah pada umumnya semua investor tidak menyukai risiko (risk
averse). Investor seperti ini jika dihadapkan pada beberapa alternatif
investasi yang menawarkan return yang sama dengan risiko yang berbeda
akan cendrung memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah.
Membentuk portofolio yang efisien
perlu diperhatikan koefisien tingkat keuntungan dari masing-masing aset yang
membentuk portofolio. Koefisien korelasi dari suatu portofolio mencerminkan
keeratan hubungan antara tingkat keuntungan dari aset-aset yang membentuk
portofolio.
Portofolio yang efisien akan
mempunyai koefisien korelasi dari aset-aset yang mendekati negatif satu. Jika
koefisen korelasi positif satu, maka portofolio tidak akan bermanfaat karena
tidak akan mengurangi risiko (hanya merupakan rata-rata tertimbang dari risiko
individu), dan apabila koefisien korelasi positif sempurna, maka harga kedua
aset tersebut sama-sama naik atau sama-sama turun, sehingga portofolio yang terbentuk
tidak mempengaruhi.
c) Perhitungan Keuntungan Yang
Diharapkan Pada Portofolio
Adapun pengertian dari portofolio
adalah sebuah bidang ilmu yang khusus mengkaji tentang bagaimana cara yang
dilkukan oleh seorang investor untuk menurunkan resiko dalam berinvestasi
secara seminimal mungkin, termasuk salah satunya dengan menganekaragamkan
risiko tersebut.
d) Pengukuran Kinerja Portofolio
Setelah suatu portofolio
dijalankan, selanjutnya mengevaluasi kinerja dari portofolio.
1. Variabel untuk penilaian
Dalam melakukan penilaian kinerja
portofolio menggunakan variabel-variabel yang relevan, yaitu tingkat keuntungan
dan resiko.
a. Tingkat keuntungan
Tingkat keuntungan yang diperoleh
dipengaruhi dua sumber yaitu capital gains (keuntungan modal) dan dividen
(pembagian laba).
Ilustrasi
Portofolio terdiri dari saham A dan
saham B. Dibeli saham A senilai Rp.50 juta dan saham B senilai Rp.50 juta,
selama 1 tahun saham A menerima deviden Rp.4 juta dan saham B menerima deviden
Rp.3 juta. Pada akhir tahun nilai saham A menjadi Rp.54 juta dan saham B
menjadi Rp.59 juta. Maka tingkat keuntungannya adalah:
Capital gains
Deviden
Saham
A = Rp. 4
juta
Saham A =Rp.4 juta
Saham
B =Rp. 9 juta
Saham B =Rp.3 juta
Total
=Rp.
13
juta
Total
=Rp.7 juta
Keuntungan selama 1 tahun adalah
sebesar Rp. 20 juta (Rp.13juta + Rp.7 juta), dengan nilai investasi awal Rp.100
juta maka tingkat keuntungannya adalah 20%.
b. Risiko
Pengukuran resiko yang relevan bagi
pemodal mungkin adalah standar deviasi portofolio atau beta portofolio, akan
tetapi masalah yang dihadapi adalah kapan akan menggunakan standar deviasi dan
kapan menggunakan beta portofolio.
2. Teknik Penilaian
Terdapat 2 macam teknik penilaian
dalam manajemen portofolio:[20]
a.
Perbandingan
langsung
Membandingkan langsung kinerja suatu
portofolio dengan portofolio lainnya yang mempunyai resiko kurang lebih sama.
b. Menggunakan kinerja tertentu
Menggunakan ukurang kinerja tetentu
misalnya ukuran sharpe (Sharpe’s Measure).
Keterangan :
S
: hasil pengukuran sharpe
: return portofolio
: risk free rate (misalnya tingkat suku bunga SBI)
: standar deviasi portofolio
Contoh kasus
Portofolio BANK A memberikan return
23% dan portofolio BANK U 25%, sedangkan standar deviasi dari kedua
portofolio tersebut adalah 12% pada BANK A dan 15% pada BANK U. suku bunga SBI
sebesar 14%. portofolio manakah yang lebih baik?
Penyelesaian kasus :
Dari perhitungan untuk Sharpe diatas
maka portofolio BANK A sedikit lebih baik dibandingkan dengan portofolio BANK
U, meskipun tingkat keuntungan portofolio BANK A lebih rendah dari portofolio
BANK U.
Bagian c
Investasi portofolio internasional
pada dasarnya merupakan pembelian
saham dan obligasi dalam konteks pasar modal internasional, seorang investor
Indonesia misalnya dapat saja memeli saham/ obligasi milik perusahaan asing.
Sebaliknya, investor asing boleh membeli saham perusahaan Indonesia.
TUMBUHNYA PASAR MODAL GLOBAL
Pasar modal global teleh tumbuh amat
dramatis baik ukuran maupun turnover-nya. Pasar modal jepang tercatat dalam
sejarah tumbuh amat cepat dan semakin penting dalam konstelasi pasar modal
global. Menunjukan ukuran dan pertumbuhan pasar-pasar modal utama di dunia.
Perkembangan terakhir menunjukan
bahwa pasar modal terbesar dunia kembali duduki pasar modal AS. Untuk pasar
obligasi pemerintah, peringkat pertama dan kedua tidak berubah dipegang oleh
pasar AS dan Jepang.
MENGUKUR KEUNTUNGAN INVESTASI
PORTOFOLIO
Apabila diasumsikan kita melihat
investasi internasional dar prespektif amerika, maka kita dapat menghitung
besarnya keuntungan dalam dolar, yaitu perkalian antara keuntungan investasi
dalam mata uang lokal dengan currency gain/losses. Secara lebih rinci, bila
anda dalam melakukan investasi wujud obligasi, maka total keuntungan dalam
dolar (r$)dapat dihitung sebagai berikut:
1+r$={1+[(B1-B0+C0/B0]}(1+g)
Dimana Bt adalah harga
obligasi dalam mata uang lokal pada waktu t; C adalah penghasilan dari obligasi
(coupon) dalam mata uang lokal; g adalah presentase perubahan mata uang lokal
dinilai dalam dolar.
Namun bila anda melakukan investasi
dalam bentuk saham, maka total keuntungan dalam dolar (R$)
dinyatakan dalam:
1+R$={1+[(P1-P0+DIV)/P0]}(1+g)
Dimana Pt adalah harga
saham dalam mata uang lokal pada waktu t; DIV adalah penghasilan dividen dalam
mata uang lokal.
MANFAAT DAN RESIKO DIVERSIFIKASI
INTERNASIONAL
Manfaat
Diversifikasi saham dan obligai
internasional dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi dengan resiko yang
lebih rendah disbanding investasi pada satu pasar saja. Investasi portofolio
internasional memang menawarkan peluang yang lebih luas dibandingkan invetasi
dalam negeri.
Untuk memahami tingkat keuntungan
portofolio yang diversifikasi secara internasional, perlu perhatikan hubungan
antara tingkat keuntungan yang diharapkan dengan resiko portofolio tersebut.
Dalam teori manajemen keungan dijelaskan bahwa tingkat keuntungan yang
diharapkan mempunyai hubungan yang positif dan linier dengan resiko sistematis(
atau disebut juga sebagai resiko pasar atau market risk).
Masalah yang timbul adalah apa dan
bagaimana mengukur resiko pasar itu, terutama dalam hubungannya dengan
diversivikasi internasional.
Untuk dua kasus ekstrem dapat
digunakan.
- Diasumsikan bahwa tingkat
keuntungan yang diharapkan untuk setiap saham ditentukan oleh risikonya
dalam pasar domestik.
- Diasumsikan bahwa tingkat
keuntungan itu ditentukan oleh risiko di pasar modal dunia.
Manfaat diversifikasi internasional
akan terbatas paabila terdapat kendala untuk melakukan invetasi ke luar negeri.
- Adanya hambatan hukum ,
informasi, dan ekonomi yang membuat pasar modal domestik tersegmentasi.
- Kurangnya likuiditas, yaitu
kemampuan pembeli dan menjual surat berharga secara efisien.
- Adanya kontrol devisa,
peraturan pajak khusus, kurang berkembangnya pasar modal diluar negeri,
risiko valas, dan kurangnya informasi yang memadai mengenai bagaimana cara
memperoleh surat berharga yang potensial diluar negeri.
Risiko
Bagi para investor asing yang akan
menginvestasikan dananya di pasar modal internasional perlu memperhatikan
faktor perubahan kurs valuta asing di dalam perhitungan risiko investasinya.
ini disebabkan karena bagi investor asing sekarang terdapat du jenis sumber
risiko sewaktu mereka menginvestasikan dana di pasar modal internasional,
yaitu:
- Perubahan harga saham
- Perubahan kurs mata uang asing
Apa risiko total ( risiko yang
ditanggung oleh investor asing) selalu lebih besar dengan risiko domestik?
Sepanjang koefisien korelasi antara perubahan tingkat keuntungan yang
dinyatakan dalam satuan moneter setempat daengan perubahan kurs valuta asing
ternyata positif, maka risiko total akan lebih besar dari risiko domestik.
INTEGRASI PASAR MODAL GLOBAL
Kita dapat mengamati derasnya
gelombang globalisasi dari perkembangan pasar modal menuju full integrated markets,
artinya para pemodal dapat melakukan deversifikasi investasi dimana saja tanpa
hambatan. Namun apabila pemodal asing menghadapi hambatan yang substansial
dalam melakukan investasi di pasar modal dan pemodal lokal sulit melakukan
diversifikasi internasional sehingga pembentukan harga lebih di pengaruhi pasar
lokal, maka pasar modal tersebut condong pada segmented markets.
KONSEKUENSI PELONGGARAN HAMBATAN
Pada saat terjadi hambatan bagi
investor asing, harga sekuritas yang di bayarkan oleh para investor asing akan
lebih tinggi daripada seandainya tidak ada hambatan apapun bagi para investor
asing tersebut.
Sekuritas-sekuritas ysng
diperdagangkan di pasar modal swiss bisa di kelompokan menjadi dua, yaitu:
- Bearer shares merupakan jenis
sekuritas yang boleh di beli oleh investor asing akan tetapi tidak
mempunyai hak suara dalam rapat pemegang saham.
- Registered shares merupakan
jenis sekuritas yang tidak bisa di beli oleh para investor asing tetapi
mempunyai hak suara dalam rapat pemegang saham.
Yang terjadi adalah bahwa harga
sekuritas jenis pertama cenderung lebih tinggi daripada harga sekuritas jenis
kedua. Dengan demikian kalau berbagai hambatan bagi para investor asing di
tiadakan, maka para investor akan bisa membeli saham dengan harga lebih murah (di
bandingkan dengan seandainya ada batasannya).
No comments:
Post a Comment